Pantau Flash
HOME  ⁄  Ekonomi

Kemenperin: Bukan PPN 12% yang Ditakutkan, tapi Relaksasi Impor

Oleh Wulandari Pramesti
SHARE   :

Kemenperin: Bukan PPN 12% yang Ditakutkan, tapi Relaksasi Impor
Foto: Kemenperin: Bukan PPN 12% yang Ditakutkan, tapi Relaksasi Impor (freepik)

Pantau - Juru Bicara Kementerian Perindustrian (Kemenperin), Febri Hendri Antoni Arif, mengatakan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) 12 persen tahun 2025 masih bisa diterima oleh industri di Tanah Air.

"(Optimisme pelaku usaha industri) Kenaikan PPN 12 persen itu bisa diterima oleh industri," sebut Febri.

Menurut Febri, meskipun tarif PPN 12 persen pada tahun depan, di waktu yang bersamaan masih ada paket insentif ekonomi yang telah diberikan pemerintah untuk menjaga kesejahteraan, salah satunya insentif perpanjangan masa berlaku PPh Final 0,5 persen untuk UMKM dan subsidi bunga bagi pembiayaan revitalisasi mesin industri padat karya yang cukup membantu industri Tanah Air.

Baca juga: PPN 12 Persen Sudah Ketok Palu, Apindo Menjerit Minta Ditunda

"Apalagi dengan adanya paket kebijakan ekonomi yang telah diberikan pemerintah dengan berbagai insentif. PPh (untuk) padat karya, dan lainnya. Itu cukup mengkompensasi," ujar dia.

Febri mengatakan, yang lebih ditakuti industri adalah kebijakan relaksasi impor dan pembatasan impor yang mengakibatkan pasar domestik 'kebanjiran' barang impor murah.

"Yang lebih ditakutkan industri adalah kebijakan relaksasi impor dan pembatasan impor yang mengakibatkan pasar domestik banjir barang impor murah, ini lebih ditakutkan industri dibandingkan kenaikan PPN 12 persen," imbuh Febri.

Baca juga: Fenomena ‘Frugal Living’ di Tengah Kenaikan PPN 12 Persen

kalau kenaikan PPN 12 memang bisa menaikkan harga bahan baku, tetapi industri dapat menyesuaikan dengan cara menurunkan utilisasi sedikit dan menaikkan harga jual produk manufakturnya.

"Kami memperkirakan kenaikan PPN berdampak terhadap industri, terutama utilisasi pada sekitar 2-3 persen penurunan utilisasi," kata Febri.

"Kalau kita bandingkan dengan kebijakan relaksasi atau pembatasan impor yang berakibat pada banjirnya pasar domestik akan produk impor, itu dampaknya lebih buruk, lebih berat dibandingkan dengan kebijakan kenaikan PPN 12 persen," imbuhnya.

Baca juga: Waka MPR Eddy Soeparno: Terkait Kenaikan PPN 12 Persen, Ada Bantalan Sosial dan Insentif Fiskal Bagi Yang Terdampak

Penulis :
Wulandari Pramesti