
Pantau.com - Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution memaparkan tahun ini penerimaan devisa negara diperkirakan akan negatif. Pasalnya transaksi modal dan finansial tahun ini fluktuasi akibat tekanan global.
"Transaksi berjalan, kita praktis tidak pernah tak alami surplus dalam transaksi berjalan sejak jaman orde baru. Dulu sangat didominasi surplus oleh jasa. Sekarang jasa masih dominan tapi bahkan di barang pun kita bisa terjadi defisit. Jadi something wrong kalau lihat ini," ujarnya saat pemaparan di Pertamina Energy Forum 2018 di Hotel Raffles, Jakarta Selatan, Rabu (28/11/2018).
Lebih lanjut kata dia tahun lalu besaran defisit masih dapat tertutup oleh transaksi modal dan finansial namun 2018 ini transaksi modal dan finansial terguncang oleh berbagai dinamika global. Mulai dari sentimen perang dagang hingga sentimen krisis di beberapa emerging market.
Baca juga: Dirut Pertamina Targetkan Produksi Minyak Capai 2 Juta Barrel per Hari
"Nah, kalau tahun lalu besaran defisit. Tranksasi berjalan itu defisit USD 17 miliar, pasangan transaksi modal dan finansial tahun lalu USD 20 miliar surplus, kalau digabung surplus. Kalau surplus itu cadev naik artinya," katanya.
"Begitu masuk tahun 2018 dengan adanya tiga dinamika baru itu, tiba-tiba yang namanya transaksi modal praktis nol bahkan defisit," imbuhnya.
Sementara tahun ini kata Darmin, defisit transaksi berjalan meningkat. Ia bahkan mempunyai berkisar hingga USD 25 hingga 27 miliar. Sementara surplus diperkirakan hanya sekitar USD 12 miliar.
"(Tahun ini) transaksi berjalan defisitnya naik dari USD 17 miliar akan bergerak ke USD 25 miliar atau USD 26-27 miliar. Kalau bisa surplus USD 12 miliar kecuali berubah sampai akhir tahun berarti negatif USD 26 miliar ditambah plus USD 12 miliar (jadi) defisit," pungkasnya.
Baca juga: Tanggapan yang Salah Kaprah Saat Investasi Emas
Apakah prediksi Rizal Ramli akan terjadi dimana defisit transaksi berjalan semakin membuat devisa negara minus. Sebelumnya dalam sebuah diskusi, Rizal Ramli menyarankan pemerintah memperbaiki defisit neraca transaksi berjalan secara drastis.
Salah satunya dengan menekan impor, bukan hanya barang konsumsi, namun juga bahan baku atau modal yang selama ini membebani neraca perdagangan.
"Kenapa tidak fokus untuk menekan 10 bahan impor Indonesia yang besar, seperti baja? Kalau hanya barang konsumsi, efeknya kecil," katanya, Rabu (3 Oktober 2018).
Rizal juga mengusulkan adanya revisi UU lintas devisa dan sistem nilai tukar untuk memaksa devisa hasil ekspor masuk ke Indonesia.
"Kalau mau badan kita sehat, seluruh 'revenue' ekspor harus masuk ke dalam. Indonesia masih rentan terhadap ini," ungkap mantan Dirut Bulog ini.
- Penulis :
- Nani Suherni