Pantau Flash
HOME  ⁄  Ekonomi

Pemerintah Diminta Akomodasi Saran ‘Stakeholders’ soal Aturan Baru DHE

Oleh Ahmad Munjin
SHARE   :

Pemerintah Diminta Akomodasi Saran ‘Stakeholders’ soal Aturan Baru DHE
Foto: Ekonom Universitas Paramadina Wijayanto Samirin menjadi pembicara dalam "Diskusi Publik: Evaluasi Kritis 100 Hari Pemerintahan Prabowo Bidang Ekonomi" di Jakarta, Rabu (22/1/2025). (ANTARA/Uyu Septiyati Liman)

Pantau - Pemerintah diminta mengakomodasi berbagai saran dari seluruh pemangku kepentingan (stakeholders) soal aturan baru Devisa Hasil Ekspor Sumber Daya Alam (DHE SDA). Itu mengingat kebutuhan atas penggunaan devisa di setiap sektor berbeda.

Aturan baru DHE SDA tersebut akan mewajibkan eksportir menempatkan sebesar 100 persen DHE SDA di Indonesia dengan periode minimal selama satu tahun. Kebijakan DHE SDA sebelumnya mewajibkan para eksportir menempatkan minimal 30 persen dari DHE SDA dengan jangka waktu minimal tiga bulan.

Saran tersebut salah satunya datang dari Ekonom Universitas Paramadina Wijayanto Samirin dalam ‘Diskusi Publik: Evaluasi Kritis 100 Hari Pemerintahan Prabowo Bidang Ekonomi’ di Jakarta, Rabu (22/1/2025).

Menurutnya, pemerintah perlu melibatkan para pelaku usaha dalam perumusan kebijakan penahanan DHE SDA di Indonesia agar dapat disesuaikan menurut bidang ekspor masing-masing.

Baca juga: Kebijakan DHE 100 Persen Selama 1 Tahun Bikin Eskportir Menjerit

Ia menuturkan bahwa devisa juga dibutuhkan oleh para eksportir untuk membeli bahan baku, membayar utang, dan menjalankan operasional perusahaan, yang mana kebutuhan mengenai hal tersebut berbeda di masing-masing perseroan.

“Jadi, memang dalam konteks ini pemerintah harus betul-betul bicara dengan dunia usaha. Kalau perlu, formulanya tergantung sektor, misalnya sektor CPO (kelapa sawit) dan sektor mining (pertambangan), kedua sektor ini dibikin (aturan DHE) berbeda karena masing-masing sektor itu mempunyai model bisnis yang berbeda,” jelas Wijayanto Samirin.

Perubahan nominal dan periode penyimpanan DHE SDA di Indonesia disarankan sebaiknya dilakukan secara bertahap, dari yang kini ditempatkan sebesar 30 persen selama minimal 3 bulan menjadi 30 persen selama minimal satu tahun atau 50 persen selama minimal 6 bulan.

Jika diterapkan kenaikan yang signifikan, ia justru khawatir akan terjadi aliran modal keluar asing (capital outflow) sebelum aturan tersebut diberlakukan sepenuhnya. Sebab, para eksportir masih membutuhkan penempatan devisa dalam bentuk dolar AS di luar negeri untuk menyelesaikan kewajiban mereka, misalkan pembayaran bahan baku yang diimpor.

Baca juga: Dinilai Memberatkan Eksportir, Kadin Usulkan Revisi PP 36/2023 tentang DHE

Capital outflow itu akan terjadi sebelum (aturan baru) itu diberlakukan karena mereka (pengusaha) perlu dolar AS di luar (negeri) untuk settle (menyelesaikan) kewajiban-kewajiban mereka karena penerimaan (devisa) di masa mendatang sudah akan ditahan,” papar Wijayanto.

Saran serupa datang dari Analis Kebijakan Ekonomi Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Ajib Hamdani. Menurutnya, pemerintah perlu memberikan insentif yang tepat dan mengakomodasi masukan dari seluruh stakeholders terkait aturan baru tersebut.

Ia mengatakan dalam keterangan tertulisnya di Jakarta, Rabu (22/1/2025), upaya tersebut perlu dilakukan agar aturan baru DHE tersebut tidak menimbulkan dampak negatif terhadap para pelaku industri.

“Agar tidak mengalami kontraksi ekonomi dan kontraproduktif terhadap investasi, pemerintah harus mengimbangi dengan insentif yang tepat dan mengakomodir masukan dari seluruh stakeholders,” imbuh Ajib Hamdani.

Baca juga: Bukit Asam Teken Fasilitas Pemanfaatan DHE SDA dengan 3 Bank Himbara

Penulis :
Ahmad Munjin