
Pantau - Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Mahendra Siregar, mengungkapkan berbagai tantangan dalam meningkatkan akses keuangan syariah di Indonesia.
Salah satu tantangan utama adalah kesenjangan signifikan antara inklusi dan literasi keuangan syariah.
Berdasarkan Survei Nasional Literasi dan Inklusi Keuangan (SNLIK) 2024, indeks inklusi keuangan syariah hanya mencapai 12,88 persen, sedangkan tingkat literasi keuangan syariah tercatat sebesar 39,11 persen.
Baca juga: GERAK Syariah 2025 Salurkan Pembiayaan Rp4,6 Triliun, Inklusi Keuangan Syariah Meningkat
"Kita harus menjadikan ini sebagai tantangan bersama. Jangan sampai literasi yang sudah baik justru tidak berdampak karena kurangnya akses, yang pada akhirnya bisa menimbulkan sikap skeptis dan apatis," ujar Mahendra.
Selain itu, ia juga menyoroti keterbatasan dalam pengembangan serta diferensiasi produk keuangan syariah, serta minimnya sumber daya manusia yang kompeten di sektor ini.
Baca juga: OJK Bali Gelar Edukasi Keuangan Syariah bagi Pelajar Madrasah Aliyah
Langkah OJK dalam Memperkuat Keuangan Syariah
Mahendra menjelaskan bahwa OJK telah mengeluarkan berbagai kebijakan untuk memperkuat industri keuangan syariah.
Dalam dua tahun terakhir, OJK menerbitkan sembilan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) yang mencakup kelembagaan BPR/BPRS, tata kelola bank syariah, layanan digital, hingga manajemen risiko bagi BUS dan UUS.
Baca juga: Bos BI Sebut 5 Faktor Membangun Pasar Keuangan Syariah
Selain regulasi, industri jasa keuangan syariah terus menunjukkan pertumbuhan. Hingga Januari 2025, total aset sektor ini meningkat 10,35 persen secara tahunan (yoy) menjadi Rp2.860,1 triliun.
Dari jumlah tersebut, perbankan syariah berkontribusi Rp948,2 triliun, pasar modal syariah Rp1.740,2 triliun, dan lembaga keuangan non-bank Rp171,7 triliun.
Baca juga: Literasi Tertinggal di 39,1 Persen, Pakar: Tanamkan Keuangan Syariah Sejak Dini
- Penulis :
- Wulandari Pramesti