
Pantau - Media CNN menerbitkan artikel berjudul “What Trump Actually Wants From Tariffs?” pada 11 Maret 2025, mengulas secara mendalam visi ekonomi Presiden Donald Trump lewat pendekatan Trumponomics, di mana tarif dijadikan alat utama untuk mewujudkan ambisinya menjadikan "America great again" atau bahkan "America rich again."
Tarif untuk Dorong Produk Dalam Negeri dan Reduksi Defisit
Trump meyakini bahwa tarif tinggi terhadap impor adalah jalan untuk menghidupkan kembali sektor manufaktur AS, memperbaiki neraca perdagangan, dan mendorong relokasi investasi kembali ke tanah Amerika.
Barang-barang impor yang lebih mahal diharapkan membuat produk dalam negeri lebih kompetitif, sehingga mampu mengurangi ketergantungan pada barang luar dan menciptakan lapangan kerja baru.
Pendapatan dari tarif juga diklaim bisa digunakan untuk membayar utang negara dan menekan defisit anggaran tanpa harus menaikkan pajak domestik.
Karena penerimaan tarif meningkat, pemerintahan Trump bahkan mengklaim memiliki ruang fiskal untuk menurunkan tarif pajak dalam negeri.
Tahapan dan Formula Tarif: Pendekatan Tak Lazim
Kebijakan tarif diberlakukan dalam dua tahap:
- Tahap 1 (5 April 2025): Tarif 10% dikenakan pada semua negara
- Tahap 2: Tarif super tinggi diberlakukan secara selektif terhadap 60 negara
Kebijakan ini diklaim sebagai balasan terhadap hambatan dagang dan tarif tinggi yang diberlakukan negara lain terhadap produk AS.
Namun, formula tarif yang digunakan tidak berdasarkan teori ekonomi mainstream. Trump menggunakan rumus buatan sendiri, yaitu:
Tarif (%) =
(Surplus/Defisit Perdagangan Negara Tertentu) ÷ (Total Impor AS dari Semua Negara) × 4 (elastisitas permintaan) × 0,25 (elastisitas harga terhadap tarif)
Contoh untuk China:
- Defisit perdagangan AS-China: 295 miliar dolar AS
- Total impor AS: 440 miliar dolar AS
- Rasio defisit: 67%
- Tarif yang dikenakan: 34%
Tarif ke Negara-Negara Asia: Indonesia Termasuk
Beberapa negara lain juga dikenai tarif tinggi dengan rumus serupa:
- Indonesia: 32%
- Afrika Selatan: 30%
- India: 26%
- Malaysia: 24%
- Vietnam: 46%
- Kamboja: 49%
- Thailand: 36%
Dengan kata lain, semakin besar surplus perdagangan suatu negara terhadap AS, maka semakin tinggi tarif yang dikenakan.
Trump meyakini pendekatan ini mampu menyelesaikan berbagai persoalan ekonomi AS, mulai dari pengangguran, defisit, hingga dominasi impor. Meskipun menuai kritik dari ekonom arus utama, strategi tarif ini telah menjadi bagian inti dari kebijakan ekonomi AS di bawah kepemimpinan Trump.
- Penulis :
- Pantau Community