
Pantau - Ketegangan bersenjata antara Iran dan Israel mencuatkan kekhawatiran serius di kalangan elite parlemen Indonesia.
Wakil Ketua MPR RI, Bambang Wuryanto, menegaskan bahwa konflik ini harus jadi alarm dini bagi Indonesia dalam membenahi sektor pertahanan dan energi secara sistematis.
Bambang menyebut pecahnya perang terbuka antara dua kekuatan Timur Tengah itu bukan hanya bentrokan regional, melainkan cermin pergeseran kekuatan global yang turut mengancam stabilitas negara berkembang seperti Indonesia.
“Lama sekali kita tidak mencermati adanya sebuah perang besar. Kali ini, kita menyaksikan pecahnya perang antara Israel dan Iran. Ini akan membuka cakrawala baru,” ujar Bambang Wuryanto di Nusantara III, Kompleks Parlemen, Jakarta, Senin (16/6/2025), didampingi Ketua Komisi I DPR RI, Utut Adianto.
Ia mengingatkan, dinamika militer modern seperti yang terjadi di Iran dan Israel menunjukkan kompleksitas konflik masa kini yang menggabungkan serangan rudal, perang siber, dan kampanye opini global.
Dari sisi militer, ia menilai Indonesia wajib mengevaluasi ulang doktrin dan teknologi yang saat ini digunakan oleh TNI agar tetap relevan menghadapi tantangan keamanan ke depan.
“Perang ini memberikan pelajaran baru bagi angkatan perang kita,” tegas Bambang, yang juga menjabat Ketua DPP PDI Perjuangan bidang Pemenangan Pemilu.
Selain pertahanan, Bambang juga menyoroti dampak konflik terhadap harga minyak dunia yang melonjak tajam dan dapat melemahkan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS.
“Kalau perangnya agak lama dikit, harga minyak bisa naik. Dan kalau harga minyak naik, itu pasti berdampak pada nilai tukar,” katanya.
Ia menjelaskan, sejak 1971 nilai tukar dolar AS berkorelasi langsung dengan perdagangan minyak dunia karena Amerika Serikat mematok transaksi energi global menggunakan dolar, bukan lagi emas.
“Ini ilmu sederhana saja. Kalau harga minyak naik, logikanya dolar juga akan naik, dan rupiah akan melemah,” ucapnya menambahkan.
Bambang juga mengingatkan pentingnya keseriusan pemerintah dalam menjelaskan langkah-langkah menuju kemandirian energi sebagaimana dijanjikan Presiden Prabowo Subianto dalam visi pemerintahannya.
“Ini mesti dipeka, kita akan kemana? Karena program pemerintah sendiri hari ini mau mandiri dalam waktu dekat di bidang energi, sampai apanya? Dan langkanya seperti apa? Ini belum di-breakdown ini,” ucapnya.
Meski begitu, ia menilai Indonesia tidak akan terdampak langsung dari sisi pasokan karena minyak berat Iran tidak banyak diolah di kilang dalam negeri, kecuali di Cilacap.
“Kita tidak terlalu banyak memakai minyak berat. Kilang Cilacap memang bisa, tapi itu pun tidak banyak. Artinya dari sisi teknis, pengaruh langsung terhadap kilang kita tidak terlalu besar,” jelasnya.
Bambang juga meminta Pertamina bersiap menghadapi skenario terburuk jika konflik terus meluas, termasuk mengantisipasi lonjakan harga dan gangguan suplai.
“Pertamina tentu sudah punya kajian dan sedang konsolidasi. Kita harap mereka siap,” tandasnya.
Atasi Lonjakan Harga Minyak
Sementara itu, Ketua Komisi I DPR RI, Utut Adianto, menggarisbawahi, perang ini punya implikasi geopolitik global yang tak bisa dipandang dari kacamata agama atau ras.
“Perlu saya sampaikan bahwa ini adalah perang, jangan dipandang dari sudut agama atau rasisme. Fakta di lapangan sangat jelas,” ujar Utut Adianto di tempat yang sama.
Ia mengungkapkan, serangan militer Israel yang dinamai Rising Lion telah menghantam situs nuklir di Isfahan dan menyebabkan korban jiwa di kalangan ilmuwan Iran.
“Yang diserang Israel adalah wilayah pengayaan uranium milik Iran di Provinsi Isfahan. Bahkan, tujuh ilmuwan fisika dan nuklir gugur. Ini bukan hal sepele,” ungkapnya.
Utut menyebutkan, sekitar 200 jet tempur Israel ambil bagian dalam operasi udara itu dan menargetkan infrastruktur strategis seperti kilang minyak di Bandar Abbas.
“Jika perang ini berkepanjangan, biayanya bisa melebihi APBN kita yang mencapai Rp3.621 triliun,” katanya mengingatkan risiko eskalasi.
Ia menyinggung sistem pertahanan canggih yang digunakan kedua negara, serta menyarankan Indonesia mempelajari pola serangan dan pertahanan tersebut sebagai referensi pengembangan militer nasional.
“Ini sudah seperti Star Wars. Teknologi penangkis rudal, kecepatan serangan, dan koordinasi itu sangat luar biasa,” ujarnya.
Dalam catatan Utut, sejumlah tokoh penting Iran tewas dalam konflik ini, termasuk Brigjen Esmail Ghani, Mayor Jenderal Hossein Salami, dan ilmuwan nuklir Fereydoon Abbasi.
“Mereka ini tidak tergantikan. Kehilangan satu ilmuwan nuklir itu bisa berarti mundur satu dekade,” ujarnya.
Utut juga menyinggung kunjungan Presiden Iran Ebrahim Raisi ke Indonesia pada 2023 yang kala itu membawa semangat kerja sama damai. Raisi wafat tahun ini akibat kecelakaan helikopter.
“Beliau sangat tulus. Saat itu beliau berkata 'Terimalah persahabatan kami. Bagi kami, Indonesia adalah sahabat Iran',” kenang Utut.
Ia mendorong pemerintah Indonesia untuk tetap mengambil posisi netral aktif dalam konflik ini, namun bersiap menghadapi guncangan ekonomi yang mungkin terjadi.
“Idealnya, Menteri Luar Negeri Pak Sugiyono mengundang Duta Besar RI di Teheran untuk memberikan laporan tertulis terkait kondisi terkini,” kata Utut.
Ia menutup dengan harapan agar perang ini tidak meluas dan semua pihak menahan diri demi stabilitas kawasan dan ekonomi global.
“Semoga Pak Netanyahu diberi kepala dingin, begitu juga Ayatollah Khamenei,” pungkasnya.
- Penulis :
- Khalied Malvino