HOME  ⁄  Ekonomi

Industri Batu Bara Indonesia Diingatkan Segera Lakukan Transisi Energi, Laporan ESI Ungkap Potensi Ancaman Jangka Panjang

Oleh Arian Mesa
SHARE   :

Industri Batu Bara Indonesia Diingatkan Segera Lakukan Transisi Energi, Laporan ESI Ungkap Potensi Ancaman Jangka Panjang
Foto: Principal dan Pemimpin Kajian Transisi Batu Bara Indonesia Energy Shift Institute (ESI) Hazel Ilango (kedua kiri) dalam media briefing laporan “Coal in Indonesia Paradox of Strength and Uncertainty” yang dirilis ESI di Jakarta (sumber: ANTARA/Shofi Ayudiana)

Pantau - Perusahaan tambang batu bara Indonesia didesak segera melakukan diversifikasi usaha dan memulai transisi energi karena tren global yang mulai beralih ke energi bersih dan terbarukan.

Laporan terbaru Energy Shift Institute (ESI) berjudul “Coal in Indonesia: Paradox of Strength and Uncertainty” dirilis di Jakarta pada Selasa, 17 Juni 2025, dan menyoroti tantangan besar yang akan dihadapi sektor batu bara Indonesia dalam beberapa tahun mendatang.

ESI mencatat bahwa meskipun industri batu bara mencetak laba bersih sebesar 31,4 miliar dolar AS antara tahun 2019 hingga 2023, keuntungan tersebut dinilai hanya bersifat sementara dan tidak merepresentasikan kekuatan struktural industri.

"Kemampuan industri batu bara menghasilkan keuntungan besar dalam beberapa tahun terakhir hanyalah lonjakan sementara, sebuah karakter industri komoditas yang kerap berfluktuasi, dan bukan keunggulan struktural," ungkap laporan tersebut.

Ketergantungan Batu Bara Dinilai Berisiko

Produksi batu bara Indonesia terus meningkat, bahkan mencapai rekor tertinggi sebesar 837 juta ton pada tahun 2024, naik 7,9 persen dari tahun sebelumnya, meskipun permintaan global mulai menurun.

Kontribusi batu bara terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) nasional tercatat sebesar 3,6 persen, dengan kontribusi yang jauh lebih besar di daerah penghasil utama: Kalimantan Timur (40 persen), Sumatra Selatan (25 persen), dan Kalimantan Selatan (15 persen).

Namun, ESI memperingatkan bahwa ketergantungan tinggi pada batu bara dapat menciptakan situasi kompleks di masa depan karena harga komoditas yang tidak stabil dan tekanan global terhadap emisi karbon.

Modal Kuat, Tapi Transisi Masih Minim

ESI melakukan analisis SWOT terhadap 12 perusahaan batu bara besar di Indonesia dan menemukan bahwa sebagian besar tambang merupakan aset matang dengan kebutuhan investasi rendah.

Dengan kondisi keuangan yang stabil dan rasio utang terhadap ekuitas rata-rata hanya 21 persen, perusahaan-perusahaan tersebut dinilai memiliki modal kuat untuk melakukan diversifikasi usaha dan investasi di sektor energi terbarukan.

"Gabungan faktor kepercayaan pasar pada sektor batu bara, kestabilan permintaan dan pasokan dalam jangka menengah, serta profitabilitas yang cukup terjaga, menempatkan Indonesia, eksportir batu bara termal terbesar di dunia, pada posisi yang ideal untuk menggunakan arus kas saat ini guna merancang transisi yang lebih teratur," kata laporan ESI.

Namun, hingga kini hanya sedikit perusahaan batu bara yang telah mengumumkan langkah parsial untuk mengurangi emisi atau menjajaki pengembangan energi terbarukan, dan sebagian besar masih berada pada tahap awal.

Putra Adhiguna, rekan penulis laporan, mendorong agar perusahaan tidak bersikap pasif dalam menghadapi tantangan ini.

"Perusahaan batu bara seharusnya tidak mengambil sikap 'wait-and-see' dalam menyikapi transisi energi," ia mengungkapkan.

Penulis :
Arian Mesa