
Pantau - Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Bahlil Lahadalia, menyatakan tidak akan tergesa-gesa dalam menanggapi penolakan terhadap proyek Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP) di wilayah Nusa Tenggara Timur (NTT).
Bahlil menegaskan bahwa langkah awal yang dilakukan pemerintah adalah menyosialisasikan proyek tersebut secara menyeluruh kepada masyarakat setempat.
"Kita pertama adalah (melakukan) sosialisasi. Kita sosialisasikan secara baik. Kalau memang saudara-saudara kita di sana masih mempertimbangkan, ya kita tetap komunikasi dulu. Jangan dulu kita lakukan," ungkapnya.
Ia menekankan pentingnya komunikasi yang baik dan kehati-hatian dalam setiap tahap pelaksanaan proyek energi bersih seperti PLTP.
Proyek Diprioritaskan di Wilayah yang Siap
Menurut Bahlil, prioritas proyek akan diberikan kepada daerah-daerah yang masyarakat dan pemerintahnya sudah siap menerima kehadiran PLTP.
"Tetapi bagi daerah-daerah yang memang saudara-saudara kita sudah ingin, pemerintahnya ingin, ya, itu dulu yang kita prioritaskan," ia mengungkapkan.
Ia juga menambahkan bahwa pendekatan psikologis menjadi faktor penting agar suasana batin masyarakat tetap kondusif selama proses pembangunan berlangsung.
"Jadi ini kan harus (dilakukan pendekatan) psikologis. Suasana kebatinan harus semuanya baik, ya. Kita akan upayakan dengan baik," jelasnya.
Bahlil menegaskan bahwa rencana pembangunan hanya akan dijalankan jika mendapat penerimaan luas dari masyarakat.
"Rencana itu akan baik kalau semuanya bisa menerima. Kalau belum bisa menerima, jangan dulu kita melakukan secara tergesa-gesa," tegasnya.
Penolakan Meluas dan Desakan Partisipasi Masyarakat
Penolakan terhadap proyek PLTP di NTT, khususnya di Flores dan Lembata, diketahui semakin meluas dalam beberapa waktu terakhir.
Penolakan datang dari berbagai elemen masyarakat, termasuk tokoh agama, masyarakat adat, dan organisasi lingkungan hidup.
Isu utama yang diangkat adalah potensi kerusakan lingkungan, seperti ancaman terhadap sumber air, pelepasan gas berbahaya, dan hilangnya lahan serta ruang hidup masyarakat.
Selain itu, masyarakat juga menyoroti potensi konflik sosial akibat kurangnya pelibatan publik dalam proses perencanaan proyek.
Warga terdampak mendesak solusi energi terbarukan yang lebih partisipatif, berkelanjutan, serta transparan dalam pelaksanaannya.
Mereka juga menuntut perlindungan terhadap hak-hak masyarakat adat dan kelompok rentan yang terdampak proyek.
- Penulis :
- Shila Glorya