
Pantau - Isu pengoplosan beras kembali mencuat dan menjadi sorotan publik, mendorong respons serius dari DPR RI dan pemerintah dalam menjaga mutu pangan serta melindungi hak konsumen.
DPR dan Pemerintah Bergerak Cepat Hadapi Dugaan Pengoplosan
Komisi IV DPR RI menyatakan akan memanggil Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman untuk menjelaskan maraknya dugaan pengoplosan beras oleh oknum pengusaha dan pedagang.
Sementara itu, pemerintah melalui Satgas Pangan juga telah bergerak cepat dengan memanggil pihak-pihak yang diduga terlibat langsung dalam praktik ini.
Langkah tersebut mendapat apresiasi dari berbagai kalangan sebagai wujud nyata keseriusan negara dalam menjaga keamanan dan kualitas pangan nasional.
Pengoplosan beras dianggap sebagai pelanggaran serius karena merusak kepercayaan publik dan melanggar hak dasar konsumen untuk memperoleh pangan yang aman dan layak.
"Pengoplosan beras bukan hanya pelanggaran dagang, tetapi pengingkaran terhadap keadilan dan kemanusiaan," tegas Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman.
Ia mengungkap bahwa hasil penyelidikan sementara menunjukkan hanya sekitar 20 persen beras SPHP (Stabilisasi Pasokan dan Harga Pangan) dijual dalam kondisi murni, sementara 80 persen lainnya diduga telah dioplos dan dipasarkan sebagai beras premium.
Hal ini memperlihatkan bahwa praktik pengoplosan sudah masuk ke tahap sistemik dan sangat merugikan masyarakat luas.
Implikasi dan Upaya Masyarakat dalam Menjaga Ekosistem Pangan
Praktik pengoplosan beras biasanya dilakukan dengan mencampur beras dari jenis atau kualitas berbeda demi keuntungan sepihak, seperti mencampur beras premium dengan beras berkualitas rendah atau beras lokal dengan beras impor.
Dampaknya sangat serius: kualitas beras menjadi tidak terjamin, konsumen tertipu, harga pasar tidak stabil, dan pelaku usaha yang jujur turut dirugikan.
Motivasi pelaku beragam, antara lain ingin meraih laba besar, menekan biaya produksi, meningkatkan volume penjualan, menghindari kerugian dari stok lama, hingga memanfaatkan lemahnya pengawasan.
Namun, alasan apapun tidak membenarkan praktik ini karena berdampak langsung pada kesehatan masyarakat, penurunan gizi keluarga, serta merusak struktur ekonomi pangan nasional.
Pengoplosan beras harus dianggap sebagai kejahatan serius yang tidak berperikemanusiaan.
Masyarakat dapat berperan aktif dengan melakukan langkah preventif, seperti memeriksa kualitas beras sebelum membeli, memilih produk dari sumber terpercaya, memperhatikan label kemasan, dan memastikan adanya sertifikasi resmi seperti halal dan BPOM.
Jika ditemukan indikasi beras oplosan, masyarakat dihimbau segera melaporkan ke pihak berwenang.
Selain itu, dukungan terhadap petani lokal juga penting dengan membeli langsung dari mereka atau melalui koperasi untuk memperpendek rantai distribusi.
Edukasi publik tentang ciri-ciri beras oplosan dan dampaknya juga harus terus digalakkan.
Kolaborasi antarwarga diperlukan untuk memperkuat pengawasan dan mencegah praktik curang menjadi kebiasaan yang dibiarkan.
Tindakan tegas, edukasi berkelanjutan, dan pengawasan ketat harus terus diperkuat.
Masalah beras oplosan mencerminkan bahwa sistem pangan nasional belum sepenuhnya terlindungi.
Namun, ini menjadi kesempatan untuk membenahi sistem distribusi pangan secara menyeluruh, dari hulu hingga hilir.
Pengawasan terhadap beras oplosan bukan hanya tugas pemerintah, tetapi juga tanggung jawab kolektif seluruh masyarakat.
Di balik sebutir nasi yang dikonsumsi, tersimpan tanggung jawab besar terhadap keadilan, kesehatan, dan martabat manusia.
- Penulis :
- Ahmad Yusuf