Pantau Flash
HOME  ⁄  Ekonomi

Rupiah Tertekan Akibat Kesepakatan Dagang AS-UE dan Ancaman Tarif Baru Trump

Oleh Ahmad Yusuf
SHARE   :

Rupiah Tertekan Akibat Kesepakatan Dagang AS-UE dan Ancaman Tarif Baru Trump
Foto: (Sumber: Petugas menyusun yang dolar AS dan rupiah di Bank Syariah Indonesia (BSI), Bekasi, Jawa Barat, Jumat (21/2/2025). ANTARA FOTO/ Fakhri Hermansyah/foc/aa.)

Pantau - Nilai tukar rupiah diperkirakan akan terus mengalami tekanan seiring dengan menguatnya dolar Amerika Serikat (AS) usai tercapainya kesepakatan dagang antara AS dan Uni Eropa (UE) yang dinilai lebih menguntungkan pihak Washington.

Dolar Menguat karena AS Untung Besar dalam Kesepakatan Dagang

Analis Doo Financial Futures, Lukman Leong, menyebut bahwa kesepakatan dagang terbaru antara AS dan UE telah mendorong penguatan signifikan pada dolar AS, yang secara langsung memberikan tekanan terhadap mata uang rupiah.

"Rupiah berpotensi kembali melemah terhadap dolar AS yang melanjutkan penguatan di tengah harapan akan meredanya kekuatiran tarif menyusul kesepakatan EU-AS," jelas Lukman.

Kesepakatan tersebut dicapai dalam pertemuan selama satu jam antara Presiden AS Donald Trump dan Presiden Komisi Eropa Ursula von der Leyen di Skotlandia.

Isi kesepakatan mencakup penerapan tarif impor sebesar 15 persen terhadap sebagian besar barang asal Eropa yang masuk ke AS, serta rencana investasi UE di AS senilai 600 miliar dolar AS.

Selain itu, UE juga menyetujui peningkatan pembelian senjata dan energi dari AS senilai 750 miliar dolar AS.

"Kesepakatan UE-AS ini sebenarnya dipandang lebih banyak menguntungkan AS sehingga dolar menguat besar," ujar Lukman.

Meski demikian, UE awalnya menargetkan tarif nol persen atau setidaknya lebih rendah dari ancaman tarif Trump sebesar 30 persen.

Tekanan Tambahan dari Perundingan Dagang AS-China dan The Fed

Di luar kesepakatan dengan UE, investor kini juga mencermati arah perundingan dagang antara AS dan China yang tengah berlangsung.

Perundingan ini dipimpin oleh Wakil Perdana Menteri China He Lifeng dan Menteri Keuangan AS Scott Bessent di Stockholm, Swedia, pada 28–29 Juli 2025.

Pertemuan ini merupakan lanjutan dari pembicaraan sebelumnya di Jenewa pada Mei dan London pada Juni lalu.

Dalam pertemuan sebelumnya, kedua negara menyepakati penurunan tarif dengan ketentuan bahwa barang AS ke China dikenai tarif 10 persen, sementara barang China ke AS dikenai tarif 30 persen.

Namun, kesepakatan itu hanya berlaku selama 90 hari dan akan berakhir pada 12 Agustus 2025.

Sebelumnya, tarif perdagangan antara kedua negara jauh lebih tinggi, yakni 145 persen untuk barang China dan 125 persen untuk barang dari AS.

Di tengah perundingan tersebut, Presiden Trump mengancam akan menaikkan tarif impor terhadap barang dari mitra dagang AS sebesar 10–50 persen yang akan mulai berlaku pada 1 Agustus 2025.

Selain tekanan eksternal, nilai tukar rupiah juga dipengaruhi oleh ekspektasi bahwa Federal Reserve (The Fed) akan mempertahankan suku bunga dalam pertemuan Federal Open Market Committee (FOMC) mendatang.

"Di samping itu, dolar juga sangat di atas angin saat ini oleh padatnya data/data ekonomi AS yang diperkirakan akan menunjukkan angka-angka yang kuat," tambah Lukman.

Dengan berbagai tekanan tersebut, nilai tukar rupiah diperkirakan bergerak dalam kisaran Rp16.300 hingga Rp16.450 per dolar AS dalam waktu dekat.

Pada pembukaan perdagangan Selasa pagi, rupiah terpantau melemah 23 poin atau 0,14 persen menjadi Rp16.387 per dolar AS dibandingkan posisi sebelumnya di Rp16.364.

Penulis :
Ahmad Yusuf