
Pantau - Swasembada beras kembali menjadi isu strategis dalam kebijakan pangan nasional, seiring pernyataan optimistis dari Menteri Pertanian Amran Sulaiman bahwa Indonesia bisa kembali mencapai swasembada dalam waktu tiga bulan ke depan.
Antara Harapan dan Tantangan Swasembada Beras
Keyakinan Amran Sulaiman membangkitkan harapan, namun juga menimbulkan pertanyaan publik terkait apakah swasembada yang dimaksud bersifat musiman atau berkelanjutan.
Indonesia sebelumnya telah mencatat prestasi swasembada beras pada tahun 1984 dan 2022, capaian yang diakui oleh lembaga internasional seperti FAO dan IRRI.
Namun, pencapaian tersebut tidak berlangsung permanen dan kerap goyah saat menghadapi anomali cuaca, seperti musim kering panjang akibat El Nino.
Kondisi ini memaksa Indonesia untuk tetap melakukan impor beras dalam jumlah besar guna menjaga stabilitas pasokan nasional.
Swasembada beras musiman terjadi ketika produksi cukup pada satu musim, tetapi tidak bisa dipertahankan sepanjang tahun.
Keuntungan dari kondisi ini adalah berkurangnya ketergantungan impor dalam periode tertentu.
Namun di sisi lain, pasokan dan harga beras menjadi tidak stabil di luar musim panen, sehingga rentan bagi konsumen.
Ketergantungan pada iklim dan pola panen membuat swasembada musiman dianggap rapuh dan belum mampu menjawab kebutuhan masyarakat yang memerlukan pasokan beras stabil sepanjang tahun.
Target Ambisius dan Kompleksitas Swasembada Pangan
Presiden Prabowo Subianto menargetkan swasembada pangan dapat tercapai maksimal dalam empat tahun, bahkan optimistis bisa diraih hanya dalam dua tahun.
Pernyataan ini disampaikan saat meresmikan Bendungan Jatigede di Sumedang, Jawa Barat, sebagai bagian dari upaya memperkuat ketahanan pangan nasional.
Keyakinan tersebut muncul setelah menerima masukan dari para menteri terkait, meskipun belum dijelaskan secara rinci masukan apa yang menjadi dasar target tersebut.
Swasembada pangan sendiri mencakup berbagai komoditas seperti beras, jagung, kedelai, daging, gula, dan bawang putih.
Mengintegrasikan seluruh komoditas itu dalam target dua tahun dinilai sangat kompleks dan menantang.
Pengalaman sebelumnya menunjukkan bahwa swasembada Pajale (padi, jagung, kedelai) pada era Presiden Jokowi belum sepenuhnya tercapai, terutama untuk kedelai.
Komoditas lain seperti daging sapi dan bawang putih bahkan masih jauh dari kata swasembada hingga saat ini.
Meski demikian, semangat untuk mencapai swasembada pangan harus tetap dijaga agar Indonesia bisa keluar dari ketergantungan impor.
Sejarah telah menunjukkan bahwa semangat pantang menyerah mampu mewujudkan hal-hal yang sebelumnya dianggap mustahil.
Namun, diperlukan kerja keras, kerja cerdas, dan inovasi berkelanjutan untuk mengatasi hambatan klasik yang selama ini menghalangi swasembada.
Hambatan tersebut antara lain terbatasnya lahan pertanian, ketersediaan air, distribusi pupuk, serta dampak perubahan iklim yang semakin nyata.
- Penulis :
- Aditya Yohan
- Editor :
- Aditya Yohan