billboard mobile
FLOII Event 2025 - Paralax
ads
Pantau Flash
HOME  ⁄  Ekonomi

Meredanya Perang Dagang AS-China dan Prospek Dovish The Fed Dorong Penguatan Rupiah

Oleh Ahmad Yusuf
SHARE   :

Meredanya Perang Dagang AS-China dan Prospek Dovish The Fed Dorong Penguatan Rupiah
Foto: (Sumber: Ilustrasi - Petugas menunjukkan mata uang rupiah dan dolar AS di tempat penukaran uang asing di Jakarta. ANTARA FOTO/Dhemas Reviyanto/foc/aa.)

Pantau - Nilai tukar rupiah berpotensi menguat didorong oleh meredanya ketegangan perang dagang antara Amerika Serikat dan China serta prospek pemangkasan suku bunga oleh bank sentral AS, The Fed.

Analis mata uang Doo Financial Futures, Lukman Leong, menyatakan bahwa perubahan retorika Presiden AS Donald Trump menjadi lebih lunak terhadap China turut memperkuat sentimen positif bagi rupiah.

"Retorika Trump lebih lembut, tidak lama setelah dia mengancam 100 persen tarif tambahan untuk China. Trump mengatakan bahwa China akan baik-baik saja, dan AS mau membantu mereka", ungkap Lukman pada Selasa, 14 Oktober 2025.

Dinamika Ketegangan Perdagangan dan Respons Pasar

Sebelumnya, Presiden Trump sempat mengancam akan mengenakan tarif baru sebesar 100 persen terhadap barang-barang impor dari China.

Ancaman tersebut juga disertai pembatasan ekspor perangkat lunak penting ke China.

Ketegangan memuncak setelah China mengumumkan pembatasan ekspor unsur tanah jarang pada Kamis, 9 Oktober.

Langkah tersebut memperluas kontrol China atas teknologi pemrosesan dan manufaktur, termasuk:

  • Penambangan
  • Peleburan
  • Pemisahan
  • Produksi material magnetik
  • Daur ulang sumber daya sekunder

China juga menetapkan larangan kerja sama dengan perusahaan asing tanpa izin resmi dari pemerintah.

Kementerian Perdagangan China menyebut langkah ini untuk menjaga keamanan dan kepentingan nasional.

Sebagai respons, Trump menyebut China "sangat bermusuhan" dan menuduh negara itu menjadikan AS serta dunia sebagai "sandera" lewat kebijakan ekspor yang ketat.

Trump pun mengumumkan bahwa tarif 100 persen akan diberlakukan mulai 1 November 2025 atau lebih cepat, tergantung langkah balasan China.

Namun, setelah indeks saham utama AS turun tajam pada Jumat, 10 Oktober, akibat kekhawatiran pasar atas eskalasi konflik, Trump mulai melunak.

Pada Minggu, 12 Oktober, ia menulis di media sosial bahwa tidak perlu ada kekhawatiran berlebihan terhadap China.

"Presiden China Xi Jinping hanya sedang mengalami masa sulit. Dia tidak menginginkan depresi ekonomi bagi negaranya, dan saya juga tidak. AS ingin membantu China, bukan menyakitinya", tulis Trump.

Sentimen The Fed dan Proyeksi Nilai Tukar Rupiah

Selain faktor eksternal dari perang dagang, penguatan rupiah juga ditopang oleh ekspektasi pasar terhadap kebijakan moneter The Fed.

Lukman Leong menjelaskan bahwa pernyataan dovish dari Kepala The Fed Philadelphia, Anna Paulson, memperkuat dugaan akan adanya pemangkasan suku bunga yang lebih besar ke depan.

Paulson menyatakan bahwa risiko inflasi dari tarif baru tidak sebesar yang sebelumnya dikhawatirkan.

Ia mengindikasikan bahwa The Fed siap mengambil langkah lebih agresif untuk menjaga stabilitas ekonomi.

Berdasarkan seluruh sentimen tersebut, kurs rupiah diperkirakan akan bergerak di kisaran Rp16.500 hingga Rp16.600 per dolar AS dalam waktu dekat.

Pada pembukaan perdagangan hari Selasa di Jakarta, nilai tukar rupiah menguat 10 poin atau 0,06 persen.

Rupiah bergerak dari posisi Rp16.573 menjadi Rp16.563 per dolar AS.

Penulis :
Ahmad Yusuf