billboard mobile
Pantau Flash
HOME  ⁄  Ekonomi

Ekonom Dorong Indonesia Tawar Tarif 0 Persen Sawit ke AS, Soroti Pentingnya Negosiasi Produk Ekspor Unggulan

Oleh Aditya Yohan
SHARE   :

Ekonom Dorong Indonesia Tawar Tarif 0 Persen Sawit ke AS, Soroti Pentingnya Negosiasi Produk Ekspor Unggulan
Foto: (Sumber: Ilustrasi - Pekerja menurunkan tandan buah segar (TBS) dari mobil bak terbuka di salah satu pengepul di Palangka Raya, Kalimantan Tengah, Rabu (29/10/2025). ANTARA FOTO/Auliya Rahman/nz)

Pantau - Ekonom Bhima Yudhistira Adhinegara dari Center of Economic and Law Studies (Celios) menyatakan bahwa Indonesia perlu meningkatkan daya tawar terhadap Amerika Serikat (AS) agar mendapatkan tarif rendah hingga 0 persen untuk ekspor minyak sawit, sebagaimana telah dinikmati Malaysia.

"Kalau melihat soal sawit, Malaysia bisa 0 persen, (maka) Indonesia harus menggunakan daya tawar lebih," ujarnya.

Data Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat ekspor minyak sawit Indonesia ke AS sepanjang tahun 2024 mencapai 1,39 juta ton, menjadikan AS sebagai tujuan ekspor keempat terbesar setelah India, Pakistan, dan Tiongkok.

Tarif 0 Persen Dinilai Kurang Berdampak jika Hanya untuk Sawit

Meski demikian, Bhima menilai volume ekspor sawit ke AS masih tergolong kecil, sehingga meskipun tarifnya diturunkan, dampaknya terhadap ekonomi Indonesia tidak akan terlalu signifikan.

"Artinya kalau hanya sawit, tarifnya rendah tidak banyak menguntungkan Indonesia," katanya.

Bhima mendorong pemerintah untuk memperluas fokus negosiasi tarif ke produk ekspor unggulan lainnya, seperti pakaian jadi dan alas kaki, yang selama ini menyumbang lebih dari 60 persen ekspor Indonesia ke AS.

"Indonesia harus mendorong lebih ke arah negosiasi pengurangan tarif signifikan untuk pakaian jadi dan alas kaki," tambahnya.

Ia juga menilai Indonesia memiliki posisi strategis yang bisa menjadi tawaran menarik dalam negosiasi, seperti:

Pasar domestik yang besar untuk produk AS,

Peran sebagai penggerak ekonomi kawasan Asia Tenggara,

Ketersediaan sumber daya manusia yang melimpah.

Perlu Pendekatan Khusus dan Taktis dalam Negosiasi

Senada dengan Bhima, Direktur Eksekutif CORE Indonesia Mohammad Faisal menyebut bahwa Indonesia memerlukan pendekatan khusus jika ingin mendapatkan perlakuan istimewa berupa tarif 0 persen untuk komoditas sawit dari AS.

"Perlu special deal dengan Amerika, ini tidak mudah karena dari hasil negosiasi tarif resiprokal kemarin kita sudah terlanjur menawarkan banyak hal untuk diberikan kepada Amerika," ujarnya.

Faisal menegaskan pentingnya strategi tawar-menawar yang cermat dalam menentukan apa yang bisa diberikan oleh Indonesia untuk memperoleh konsesi tarif dari AS.

"Nah, dengan begitu memang perlu dicari cara, kira-kira apa yang bisa ditawarkan oleh Indonesia kalau misalkan mau sawit diberi (tarif) 0 persen," tambahnya.

Pemerintah Masih Lakukan Negosiasi Final

Sebelumnya, pada 30 September 2025, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menyampaikan bahwa pemerintah Indonesia masih melakukan negosiasi final terkait tarif impor AS yang diberlakukan di era Presiden Donald Trump.

Dalam perundingan tersebut, Indonesia menargetkan agar sejumlah komoditas unggulan seperti kelapa sawit, karet, dan kakao dapat terbebas dari tarif impor sebesar 19 persen yang masih diterapkan oleh AS hingga saat ini.

Langkah ini diharapkan mampu memperkuat daya saing ekspor Indonesia ke pasar global, khususnya ke Amerika Serikat sebagai salah satu mitra dagang utama.

Penulis :
Aditya Yohan