billboard mobile
HOME  ⁄  Ekonomi

DPR Dorong Pemerataan Pariwisata Nasional, Soroti Ketimpangan Ekosistem dan Aksesibilitas di Luar Bali

Oleh Gerry Eka
SHARE   :

DPR Dorong Pemerataan Pariwisata Nasional, Soroti Ketimpangan Ekosistem dan Aksesibilitas di Luar Bali
Foto: (Sumber: Wakil Ketua Komisi VII DPR RI Lamhot Sinaga minta PT InJourney tak hanya kembangkan pariwisata Bali, Denpasar, Kamis 30/10/2025. ANTARA/Ni Putu Putri Muliantari.)

Pantau - Wakil Ketua Komisi VII DPR RI, Lamhot Sinaga, menyoroti ketimpangan pengelolaan pariwisata nasional meskipun Indonesia dikenal sebagai "surga pariwisata", dengan sebagian besar manfaat ekonomi masih terkonsentrasi di Bali.

Ketimpangan Devisa dan Fokus Pengembangan di Luar Bali

Menurut Lamhot, devisa dari sektor pariwisata pada tahun 2024 mencapai Rp243 triliun, namun 44 persen di antaranya masih berasal dari Bali saja.

"Artinya ini ada ketimpangan sama sekali," ungkapnya, merujuk pada distribusi devisa pariwisata yang belum merata ke daerah lain.

Ia menyebut bahwa bahkan sebelum pariwisata digarap secara serius, sektor ini sudah menghasilkan devisa yang melampaui migas, tambang, dan ekspor pada 2019.

Pemerintah disebut telah mengambil langkah dengan menetapkan 10 Destinasi Prioritas yang kemudian dikerucutkan menjadi 5 Destinasi Super Prioritas (DSP), seperti Labuan Bajo, Danau Toba, dan Borobudur.

Bali tidak termasuk dalam daftar tersebut karena dianggap sudah mandiri dan dikenal secara internasional.

Lamhot menekankan perlunya dorongan ekstra dari pemerintah untuk membangun destinasi pariwisata baru agar manfaat ekonominya lebih menyebar ke masyarakat luas.

Revisi UU Kepariwisataan dan Tantangan Aksesibilitas

DPR telah mengesahkan revisi Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2009 tentang Kepariwisataan pada bulan sebelumnya sebagai upaya legislasi mendukung pemerataan.

Salah satu poin utama revisi adalah pengembangan pariwisata dari bawah melalui klasifikasi Desa Wisata: mulai dari Desa Rintisan hingga Desa Mandiri.

"Kita ingin mendorong bahwa pariwisata ini juga menjadi sumber ekonomi rakyat kita, rakyat kecil," tegasnya.

Ia membandingkan Bali, di mana hampir 90 persen masyarakat hidup dari sektor pariwisata, dengan daerah seperti Danau Toba, Labuan Bajo, dan Raja Ampat yang belum menunjukkan keterlibatan ekonomi masyarakat secara signifikan.

Lamhot juga mengkritik rendahnya jumlah wisatawan mancanegara yang datang ke Indonesia karena kendala akses dan konektivitas.

Sebagai contoh, wisatawan yang ingin ke Gili Trawangan lebih memilih lewat Bali daripada langsung ke Lombok.

"Sebenarnya adalah bukan overtourism, cuma dia mau ke Gili Trawangan harus lewat Bali," ungkapnya.

Ia juga menyoroti mahalnya harga tiket domestik, seperti ke Maluku, yang justru lebih mahal dibandingkan bepergian ke Thailand.

Untuk itu, ia mendorong agar pengembangan pariwisata dilakukan secara menyeluruh, termasuk penguatan ekosistem, akses, dan konektivitas antarwilayah.

"Dukungan dari UMKM dan ekonomi kreatif ini juga sebagai penopang terhadap pariwisata. Wisata itu kan nggak boleh hanya melihat view," ujarnya.

Lamhot menekankan pentingnya adanya orkestrasi dan koordinasi birokrasi lintas lembaga dalam membangun pariwisata nasional secara berkelanjutan.

Penulis :
Gerry Eka