
Pantau - Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian menegaskan bahwa beras menjadi faktor utama peredam inflasi pada Oktober 2025, yang mencerminkan kinerja positif seluruh pihak dalam menjaga stabilitas harga dan pasokan pangan nasional.
"Alhamdulillah, beras menjadi peredam inflasi bulan ini. Ini menunjukkan kinerja positif dari seluruh pihak, terutama di sektor pangan, dalam menjaga stabilitas harga dan pasokan," ungkap Tito dalam Rapat Koordinasi Inflasi di Kantor Pusat Kemendagri, Selasa, 4 November 2025.
Inflasi Terkendali di Tengah Tekanan Global
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), harga beras nasional mengalami deflasi pada Oktober 2025 dan berkontribusi besar dalam menahan laju inflasi nasional.
Tito menyebut bahwa inflasi global masih tertekan oleh lonjakan harga emas internasional yang meningkat lebih dari 40 persen akibat situasi geopolitik dunia.
Namun, menurutnya, stabilitas harga bahan pokok di dalam negeri tetap terjaga berkat koordinasi intensif antara pemerintah pusat dan daerah.
Beras tercatat mengalami deflasi di sebagian besar provinsi.
Tito menambahkan, "Pangan kita genjot terus biar harga bagus dan ketersediaan bagus. Kami mohon dukungan dari Menteri Pertanian yang mengatur dan memperkuat sektor ini."
Kepala BPS, Amalia Adininggar Widyasanti, merinci bahwa sebanyak 23 provinsi mengalami deflasi untuk komoditas beras, tiga provinsi mencatatkan harga stabil, dan 12 provinsi mengalami inflasi.
Amalia menjelaskan, "Tren ini menandai perbaikan signifikan dimana berdasarkan historis, dalam lima tahun terakhir, beras mengalami inflasi pada Oktober tahun 2022 dan 2023, sedangkan pada Oktober 2021, 2024, dan 2025 mengalami deflasi."
Inflasi nasional pada Oktober 2025 tercatat sebesar 0,28 persen (bulanan), dengan inflasi tahunan sebesar 2,86 persen, masih dalam batas aman.
Produksi Meningkat, Distribusi Diperkuat
Amalia menambahkan bahwa deflasi beras Oktober 2025 lebih dalam dibandingkan September, didorong oleh pasokan dan produksi beras yang meningkat di tingkat petani.
Kelompok makanan, minuman, dan tembakau menjadi penyumbang utama inflasi, diikuti sektor transportasi serta restoran dan jasa makanan minuman.
Meski beberapa komoditas seperti emas perhiasan mencatatkan kenaikan harga, turunnya harga beras berhasil menahan laju inflasi pangan secara keseluruhan.
"Penurunan harga beras di Oktober ini menjadi bukti bahwa kebijakan pangan nasional mulai menunjukkan hasil konkret, di tengah berbagai tantangan global yang masih mempengaruhi harga komoditas dunia," ujar Amalia.
Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman mengungkapkan bahwa capaian ini merupakan hasil kerja keras seluruh elemen.
Berdasarkan data BPS, produksi beras nasional meningkat sebesar 4,15 juta ton — tertinggi sejak tahun 2009.
"Alhamdulillah, berkat gagasan besar Bapak Presiden dan kerja sama semua pihak, termasuk petani dan semua di lapangan. Kenaikan produksi ini sebenarnya sudah diprediksi lebih awal oleh FAO dan lembaga Amerika bahwa Indonesia akan tumbuh kuat di sektor pangan," jelasnya.
Namun, ia juga menyoroti masih adanya anomali harga pada komoditas seperti cabai, ayam, dan telur akibat permainan harga oleh oknum tertentu.
Amran menyatakan, "Kami menemukan beberapa perusahaan yang menjual beras kualitas rendah dengan label premium, padahal tingkat pecahnya tinggi. Ini merugikan masyarakat karena beras yang seharusnya dijual kisaran 12 ribu, tapi dijual 17 ribu. Nah ini harus kita bereskan bersama."
Untuk mengatasi persoalan tersebut, Amran yang juga menjabat sebagai Kepala Badan Pangan Nasional (Bapanas) menyampaikan bahwa pihaknya telah memperkuat pengawasan distribusi dengan membentuk posko lapangan di 51 kabupaten yang mengalami lonjakan harga pangan.
" Kami sudah menurunkan tim di 51 kabupaten untuk memantau harga dan pasokan. Sinergi dengan Bulog, Bapanas, dan Kemendag berjalan baik. Pemerintah terus berkomitmen agar harga tetap terjangkau dan stok mencukupi," ucapnya.
Amran optimistis bahwa kerja sama lintas sektor antara pemerintah pusat, daerah, dan aparat penegak hukum akan memperkuat ketahanan pangan nasional.
"Insya Allah, dengan kerja sama lintas sektor, Indonesia akan semakin mandiri dan tangguh menghadapi tantangan pangan ke depan," tutup Amran.
- Penulis :
- Ahmad Yusuf







