
Pantau - Badan Pusat Statistik (BPS) memproyeksikan potensi produksi beras nasional sepanjang Januari hingga Desember 2025 mencapai 34,79 juta ton, meningkat 13,6 persen atau setara 4,17 juta ton dibandingkan tahun 2024.
Peningkatan ini terutama terjadi pada subround I, yakni periode Januari hingga April 2025, yang mencatat kenaikan sebesar 26,54 persen.
Proyeksi ini diperoleh dari hasil pengamatan Kerangka Sampel Area (KSA) pada Oktober 2025.
Potensi Produksi Gabah dan Sebaran Wilayah Panen
BPS juga mencatat bahwa produksi gabah kering giling (GKG) diperkirakan mencapai 60,37 juta ton selama Januari hingga Desember 2025, naik 13,61 persen dibandingkan tahun sebelumnya.
Pulau Jawa diperkirakan menjadi wilayah dengan potensi panen terbesar, terutama di provinsi Jawa Barat, Jawa Timur, dan Jawa Tengah.
Di luar Jawa, wilayah yang juga mencatat potensi panen besar antara lain Lampung, Aceh, Sumatera Selatan, Sumatera Utara, dan Sumatera Barat di Pulau Sumatera.
Sementara itu, wilayah lain yang menunjukkan potensi panen signifikan adalah Sulawesi Selatan, Sulawesi Tengah, Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur, dan Kalimantan Barat.
Pada tingkat kabupaten/kota, wilayah dengan potensi panen tertinggi meliputi Subang, Indramayu, Karawang, Bekasi, Tasikmalaya, Sukabumi, Cianjur, Cirebon, dan Garut.
Kabupaten lainnya yang juga berkontribusi besar antara lain Demak, Ngawi, Bojonegoro, Madiun, Aceh Utara, Banyuasin, Ogan Komering Ilir, Oku Timur, Sambas, Pinrang, serta Luwu Timur.
Impor Beras dan Kondisi Nilai Tukar Petani
Meskipun proyeksi produksi meningkat, BPS mencatat bahwa pada Oktober 2025 Indonesia masih mengimpor beras sebanyak 40,7 ribu ton dengan nilai mencapai 19,1 juta dolar AS.
Secara kumulatif, impor beras sepanjang Januari hingga Oktober 2025 tercatat mencapai 364,3 ribu ton dengan nilai transaksi 178,5 juta dolar AS.
"Dan negara asal utama impor beras ini adalah Januari hingga Oktober 2025, ini dari Myanmar, Thailand, dan India," ungkap BPS.
Sementara itu, Nilai Tukar Petani (NTP) nasional pada November 2025 tercatat sebesar 124,05, mengalami penurunan 0,23 persen dibandingkan bulan sebelumnya.
Penurunan ini terjadi karena indeks harga yang diterima petani (It) turun lebih besar dibandingkan penurunan indeks harga yang dibayarkan petani (Ib).
Pada November 2025, indeks It turun 0,26 persen dari 155,13 menjadi 154,72 secara nasional.
Sedangkan indeks Ib turun tipis sebesar 0,03 persen dari 124,77 menjadi 124,73.
Komoditas utama yang memengaruhi penurunan indeks harga yang diterima petani adalah gabah, kelapa sawit, kakao atau coklat biji, serta tembakau.
- Penulis :
- Arian Mesa







