
Pantau - Indonesia tetap mencatatkan surplus perdagangan dengan Amerika Serikat sepanjang Januari hingga Oktober 2025, meskipun berada di bawah tekanan tarif impor dari pemerintahan Presiden AS, Donald Trump.
Kepala Riset Makroekonomi dan Pasar Keuangan Bank Mandiri, Dian Ayu Yustina, menyatakan bahwa strategi percepatan pengiriman barang atau front loading menjadi kunci utama dalam menjaga neraca perdagangan tetap positif.
"Dampak penerapan tarif impor Amerika belum terlalu signifikan karena banyak eksportir yang melakukan front loading," ungkapnya dalam paparan Economic Outlook 4Q2025 yang digelar secara daring pada Rabu, 3 Desember 2025.
Langkah para eksportir Indonesia untuk mempercepat pengiriman sebelum tarif diberlakukan secara resmi pada awal Agustus 2025 terbukti efektif dalam memitigasi dampak negatif kebijakan perdagangan AS.
Surplus Perdagangan dengan AS Naik 28,4 Persen
Data dari Badan Pusat Statistik (BPS) yang telah diolah oleh tim ekonom Bank Mandiri menunjukkan bahwa Amerika Serikat dan India menjadi dua negara penyumbang surplus perdagangan terbesar bagi Indonesia selama periode Januari hingga Oktober 2025.
Surplus perdagangan Indonesia dengan Amerika Serikat tercatat meningkat dari 11,6 miliar dolar AS pada periode yang sama tahun sebelumnya menjadi 14,9 miliar dolar AS, atau naik sebesar 28,4 persen.
Sementara itu, surplus dengan India mengalami penurunan dari 12,6 miliar dolar AS menjadi 11,3 miliar dolar AS, atau turun sebesar 10,3 persen.
Meskipun turun, India tetap menjadi mitra dagang dengan surplus terbesar kedua bagi Indonesia setelah Amerika Serikat.
Defisit dengan China Memburuk, Komoditas Utama Masih Jadi Penopang
Di sisi lain, Indonesia mencatatkan defisit perdagangan yang semakin dalam dengan Tiongkok.
Defisit tersebut meningkat dari -9,3 miliar dolar AS pada Januari–Oktober 2024 menjadi -16,3 miliar dolar AS pada periode yang sama tahun 2025.
Secara keseluruhan, surplus perdagangan Indonesia masih ditopang oleh beberapa komoditas utama.
Minyak nabati, terutama crude palm oil (CPO), mencatat surplus tertinggi sebesar 28,1 miliar dolar AS.
Disusul batu bara dan gas yang menyumbang surplus sebesar 22,6 miliar dolar AS, serta besi dan baja dengan nilai surplus sebesar 15,8 miliar dolar AS.
Dian Ayu menegaskan pentingnya membuka perjanjian perdagangan baru guna menjaga kinerja ekspor Indonesia di tengah ketidakpastian global.
"Sehingga bisa menjadi bantalan apabila memang ada nanti potensi tekanan akibat penerapan tarif AS," ia mengungkapkan.
- Penulis :
- Leon Weldrick







