
Pantau - Permintaan pembiayaan berkelanjutan atau green loan diperkirakan akan meningkat pada tahun 2026, seiring dengan meningkatnya kebutuhan dunia usaha dalam menyesuaikan strategi bisnis terhadap isu keberlanjutan dan target net zero emission (NZE) 2060.
Kepala Mandiri Institute, Andre Simangunsong, menyatakan bahwa meskipun kondisi global pada 2025 masih diwarnai gejolak geopolitik, perang dagang, dan perang tarif, permintaan terhadap pembiayaan berbasis environmental, social, and governance (ESG) tetap tinggi.
"Saya rasa masih ya. Bahkan dengan kondisi sekarang, demand untuk ESG financing yang project financing-nya juga masih cukup besar," ungkapnya saat menghadiri acara Public and Business Leader Forum: 2026 Outlook & Challenges di Jakarta.
Ia menambahkan bahwa dorongan terhadap pembiayaan berkelanjutan diperkirakan akan kembali menjadi prioritas pada 2026, seiring meningkatnya kesadaran terhadap risiko iklim akibat bencana yang terjadi baik di tingkat nasional, regional, maupun global.
Situasi tersebut mendorong pelaku usaha untuk mulai mengakses dan menyelaraskan strategi bisnis mereka dengan prinsip keberlanjutan (sustainability), demi mendukung pencapaian target emisi nol bersih pada 2060.
Dukungan Pemerintah dan Perbankan Jadi Penggerak Utama
Andre menjelaskan bahwa saat ini terdapat tekanan positif dari regulator, termasuk pemerintah dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK), untuk mendorong perbankan menerapkan Climate Risk Stress Testing (CRST).
"Dari sisi supply dan demand, ada kebutuhan yang semakin tinggi," ia mengungkapkan.
Ia menyebutkan dua faktor utama yang mendorong perkembangan pembiayaan hijau: pertama, pemerintah sebagai penerbit terbesar obligasi berkelanjutan seperti obligasi hijau dan obligasi sosial; kedua, sektor keuangan sebagai penerbit terbesar kedua sekaligus penyalur utama pembiayaan berkelanjutan.
Survei Mandiri Institute terhadap perusahaan tercatat di Bursa Efek Indonesia (BEI) menunjukkan bahwa green loan merupakan jenis pembiayaan berkelanjutan yang paling diminati oleh pelaku usaha.
Dalam jangka waktu tiga hingga lima tahun ke depan, permintaan terhadap proyek penurunan emisi dan peningkatan efisiensi energi diprediksi akan terus tumbuh.
"Kami melihat demand terhadap proyek untuk menurunkan emisi atau meningkatkan efisiensi energi ini meningkat," ujar Andre.
Kesadaran ESG Tinggi, Tapi Implementasi Masih Belum Merata
Mandiri Institute turut mengukur kesiapan sektor usaha dalam penerapan prinsip ESG melalui survei kepada sejumlah perusahaan lintas sektor.
Hasil survei menunjukkan bahwa hampir seluruh sektor telah memiliki kesadaran terhadap isu ESG.
Namun demikian, Andre menekankan bahwa dari sisi kesiapan implementasi hingga adopsi prinsip ESG ke dalam strategi perusahaan, masih terdapat sektor-sektor yang perlu diperkuat.
"Kalau awareness sudah pasti (perusahaan) mengetahui, tapi dari sisi readiness, implementasi sampai ke level manajemen, sampai ada adopsi dalam strategi perusahaan, kira-kira yang perlu memang perlu ditingkatkan, ini sektor agrikultur, FMCG, dan transportasi," jelasnya.
Berdasarkan data Mandiri Institute hingga semester I-2025, pembiayaan berkelanjutan menunjukkan tren pertumbuhan di berbagai sektor:
- Transportasi: 17,6 juta dolar AS (sekitar Rp293 miliar)
- Agroindustri seperti CPO: Rp500 miliar (sekitar 30 juta dolar AS)
- Petrokimia: Rp2,91 triliun (sekitar 175 juta dolar AS)
- Peternakan: Rp1,05 miliar (sekitar 63.000 dolar AS)
- Penulis :
- Leon Weldrick







