
Pantau - Badan Percepatan Penanggulangan Kemiskinan (BP Taskin) menegaskan bahwa perkembangan ekonomi sirkular di Indonesia harus disertai dengan peningkatan kesejahteraan para pekerja sektor informal, terutama pemulung dan pelapak.
Hal ini disampaikan oleh Deputi Bidang Percepatan Pemberdayaan Kapasitas dan Penyediaan Akses BP Taskin, Novrizal Tahar, dalam diskusi AHConnect yang digelar di Antara Heritage Center, Jakarta, Selasa (23/12/2025).
Berdasarkan data dari ikatan pemulung, jumlah pekerja sektor informal pengelola sampah diperkirakan mencapai sekitar 4 juta orang.
Namun, jumlah riil diperkirakan bisa mencapai 10 juta karena banyak yang belum memiliki identitas resmi.
"Tapi ada statement juga dari mereka, itu yang terdata, yang memiliki identitas. Jadi, mungkin real-nya bisa sampai 10 juta sebenarnya. Karena ada yang tidak punya identitas", ungkap Novrizal.
Produsen Diminta Berperan Lewat Skema EPR
Novrizal meminta produsen yang terlibat dalam ekosistem ekonomi sirkular agar tidak lepas tangan, dan ikut bertanggung jawab melalui skema Extended Producer Responsibility (EPR).
Ia menekankan bahwa pemulung tidak boleh hanya dianggap sebagai alat produksi ekonomi sirkular, melainkan harus dipandang sebagai manusia Indonesia seutuhnya yang berhak atas perlindungan sosial dan kesejahteraan.
"Jadi, yang pertama itu yang kita bangun, juga bukan hanya mereka sebagai alat produksi sirkular ekonomi, tapi kita ingin membangun beyond dari itu. Menjadikan mereka juga manusia Indonesia yang seutuhnya, yang punya hak politik, punya kehidupan yang layak, punya hak mendapatkan bantuan dan sebagainya", ujarnya.
EPR adalah prinsip di mana produsen bertanggung jawab terhadap produk mereka hingga akhir masa pakai, termasuk pengelolaan limbahnya.
Skema ini dinilai penting untuk mengurangi timbulan sampah, khususnya sampah plastik, sekaligus memperkuat pembangunan berkelanjutan yang inklusif dan berpihak pada kelompok rentan.
- Penulis :
- Gerry Eka








