
Pantau.com - Prakarsa Policy Brief mencatat pada periode 1989 hingga 2017, Indonesia mengalami aliran keuangan gelap pada enam komoditas ekspor unggulan di lndonesia yakni, Batu bara, Tembaga, Minyak, Sawit, Karet, Kopi dan Udang-udangan/kristasea selama periode 1989-2017.
Peneliti Prakarsa, Dwi Rahayu Ningrum mengatakan selama 1989 hingga 2007, aliran keuangan gelap keluar yang berasal dari komoditas batu bara paling banyak lari ke India yang mencapai USD6,29 miliar.
"Jika dilihat dari proporsi terhadap nilai ekspor secara keseluruhan, Indonesia mengalami kerugian lebih dari 8 kali lipat (426 persen) akibat adanya aliran keuangan gelap keluar ke Italia, terbesar diantara negara lainnya," ujarnya dalam diskusi yang digelar di kawasan Cikini, Jakarta Pusat, Kamis (28/3/2019).
Baca juga: Alasan Indonesia Masih Gunakan Batu Bara saat Eropa dan China Beralih
Di sisi lain, aliran keuangan gelap masuk terbesar berasal dari Brunei Darussalam yang mencapai USD6,38 miliar. Proporsi aliran keuangan gelap masuk terhadap nilai ekspor terbesar berasal dari Belarusia, yang mencapai 100 persen.
"Prakarsa menemukan fakta menarik dimana Brazil (nilai aliran keuangan gelap keluar mencapai USD122 juta), Macedonia dan Laos walaupun mengklaim sebagai salah satu negara importir batu bara dari Indonesia, menurut catatan ekspor Indonesia ketiga negara tersebut bukanlah sebagai negara tujuan ekspor batu bara," katanya.
Pada komoditas tembaga, aliran keuangan gelap keluar terbesar mengalir ke Jepang yang nilainya mencapai USD646 juta. Secara proporsi, aliran keuangan gelap keluar paling besar terdapat pada negara Swedia yang mencapai 36 persen terhadap total ekspor. Sementara itu, aliran keuangan gelap masuk pada komoditas ini paling besar berasal dari Spanyol yang mencapai USD3,78 miliar.
Baca juga: Prakarsa Policy Brief Sebut Ada Aliran Dana Gelap Rp2.024 Triliun
"Sedangkan secara proporsi terhadap nilai ekspor, yang tertinggi berasal dari Kanada yakni sebesar 67 persen. Terlebih lagi, Prakarsa mengestimasi terdapat aliran keuangan gelap keluar pada komoditas tembaga ke Oman sebesar USD70 juta dimana Indonesia bahkan tidak pernah mengklaim ada ekspor komoditas tersebut ke Oman," ungkapnya.
Sementara minyak sawit, mengalami kebocoran perdagangan keluar terbesar dibandingkan komoditas lain. Selama 1989 hingga 2017, aliran keuangan gelap keluar tebesar ke negara Rusia mencapai USD1,28 miliar. Proporsi aliran keuangan gelap keluar terbesar ke Perancis mencapai 618 persen terhadap total ekspor. Di sisi lain, aliran keuangan gelap masuk terbesar berasal dari negara Bangladesh yang nilainya mencapai USD806 juta miliar. Apabila melihat dari nilai relatif ekspor, aliran keuangan gelap masuk berasal dari negara Iran dan Saudi Arabia yang mencapai 96 persen.
"Sama halnya seperti komoditas batu bara, terdapat beberapa negara yang sama sekali tidak tercatat sebagai tujuan ekspor di komoditas ini. Sebagai contoh Finlandia, diduga ada aliran keuangan gelap mengalir ke negara tersebut yang berasal dari minyak sawit senilai USD19,98 juta padahal Indonesia tidak pernah mencatat adanya ekspor minyak sawit ke negara tersebut," paparnya.
Baca juga: Sri Mulyani Kekeh Lanjutkan Infrastruktur agar Tak Disalip Malaysia
Kemudian juga, terdapat aliran keuangan gelap keluar terbesar pada komoditas karet alam ke Luksemburg. Aliran keuangan gelap bermuara ke negara ini mencapai USD806 juta. Bahkan apabila dilihat secara proporsi terhadap nilai ekspor, nilainya mencapai 534 persen.
"Di sisi lain, aliran keuangan gelap masuk terbesar di komoditas karet alam berasal dari Singapura yang nilainya mencapai USD 2,9 miliar padahal nilai ekspor komoditas ini ke Singapura hanya sebesar USD4,1 miliar. Artinya, proporsi aliran keuangan gelap masuk relatif terhadap ekspor karet alam ke Singapura mencapai 72 persen," tuturnya.
Pada komoditas udang-udangan atau krustasea, aliran keuangan gelap keluar paling besar menuju ke Amerika Serikat dengan nilai sebesar USD1,16 miliar. Secara proporsi terhadap nilai ekspor, aliran keuangan gelap keluar dari komoditas ini menuju ke Spanyol yang nilainya mencapai 80 persen. "Sementara itu, Jepang merupakan negara sumber aliran keuangan gelap masuk terbesar untuk komoditas udang-udangan yang nilainya mencapai USD486 juta," ungkapnya.
Baca juga: Indonesia Gunakan Strategi Menyerang Hadapi Kebijakan Ekspor Dunia
Kopi sebagai salah satu komoditas unggulan Indonesia mengalami aliran keuangan gelap keluar terbesar ke Amerika Serikat dengan nilai sebesar USD414 juta. Akan tetapi, meskipun Amerika Serikat merupakan tujuan aliran keuangan gelap terbesar di komoditas kopi, secara proporsi lndonesia justru mengalami aliran keuangan gelap keluar terparah ke Armenia yakni sebesar 77 persen terhadap nilai ekspor.
"Sementara itu, aliran keuangan gelap masuk di komoditas kopi ke Indonesia paling besar berasal dari Belgia senilai USD 257,5juta. Hal yang lebih menarik adalah Indonesia hanya mencatat nilai ekspor kopi ke Belgia sebesar USD 4,2 juta. Ini berarti aliran keuangan gelap keluar ke Belgia sebesar lebih dari enam ribu persen dari nilai ekspor," pungkasnya.
Untuk diketahui, data nilai ekspor diperoleh dari United Nations Comtrade Database dengan klasifikasi Harmonized System. Untuk mengestimasi aliran keuangan gelap digunakan pendekatan Global Financial Integrity yang mana menghitung kesalahan tagihan perdagangan (trade misinvoicing) baik berupa over-invoicing maupun under-invoicing.
Kesalahan tagihan perdagangan dapat dikalkulasi dengan metodologi Gross Excluding Reversal (GER). Metode ini mengalkulasi ketidakcocokan laporan nilai ekspor suatu negara dengan laporan nilai impor oleh negara lain.
- Penulis :
- Nani Suherni