
Pantau.com - Kementerian Keuangan (Kemenkeu) melalui Direktorat Jenderal Kekayaan Negara (DJKN) memberikan keterangan terkait Perjanjian Pemberian Pinjaman Dana Antisipasi dari Pemerintah kepada PT Lapindo Brantas Inc (LBI) / Minarak Lapindo Jaya (MLJ) pada Jumat, (12/7/2019) di gedung DJKN, Jakarta.
Direktur Jenderal Kekayaan Negara (Dirjen KN) Isa Rachmatarwata mengatakan bahwa Kemenkeu masih melakukan penagihan kepada PT Lapindo karena telah melewati batas pembayaran piutang yang jatuh tempo sejak 10 Juli 2019 silam.
Total tunggakan LBI/MLJ yang telah jatuh tempo sebesar Rp1.763.724.747.342,44 (termasuk bunga dan denda).
Baca juga: Kontrak Diperpanjang 20 Tahun, Bagaimana Keamanan Pengeboran Lapindo?
Penagihan tetap dilakukan oleh Kementerian Keuangan kepada PT Lapindo atas dasar perjanjian kredit yang telah disepakati.
"Makanya, seperti kemarin mereka (PT Lapindo) "boleh ngga kita set off dengan cost recovery?," misalnya. Secara aturan, tidak memungkinkan kami negoisasi dengan hal-hal seperti itu," ungkapnya.
"Bukan masalah kami tidak mau tetapi menurut aturan cost recovery-nya yang justru tidak memungkinkan. Cost recovery hanya memungkinkan dari revenue yang dihasilkan oleh wilayah kerja pertambangan di sini," pungkasnya.
Baca juga: Ritel Asing Jamah Indonesia, Pengusaha: Kita Enggak Pernah Khawatir
Perlu diketahui bahwa sejak perjanjian antara pemerintah dengan perusahaan Grup Bakrie ditandatangani pada Juli 2015, sampai saat ini belum ada perubahan dalam isi perjanjian.
Pemerintah memberikan dana talangan untuk ganti rugi bencana alam Lumpur Lapindo melalui perjanjian Pemberian Pinjaman Dana Antisipasi untuk Melunasi Pembelian Tanah dan Bangunan Warga Korban Luapan Lumpur Sidoarjo dalam Peta Area Terdampak yang dibuat pada 22 Maret 2007.
Catat nih sobat! perjanjian itu menyebutkan pemerintah mengajukan syarat pengembalian maksimal empat tahun sejak perjanjian ditandatangani pada Juli 2015 atau jatuh tempo pada Juli 2019.
- Penulis :
- Nani Suherni