
Pantau.com - Menteri Keuangan (Menkeu), Sri Mulyani Indrawati, mengatakan defisit perubahan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) tahun 2020 sebesar Rp852,9 triliun alias 5,07 persen dari PDB. Defisit ini memperhitungkan dampak COVID-19 terhadap perekonomian dan respons kebijakan pemerintah.
"Apabila pertumbuhan ekonomi dijaga 2,3 persen, maka pendapatan negara akan terkontraksi 10 persen. Ini kombinasi karena pajak mengalami tekanan plus insentif yang kita berikan ke dunia usaha," ujar Sri Mulyani saat rapat kerja dengan Badan Anggaran DPR RI via virtual, pada Senin (4/5/2020).
Sri Mulyani juga mengatakan penerimaan perpajakan akan tumbuh negatif 5,4 persen, dengan rincian penerimaan pajak dari Direktorat Jenderal Pajak (DJP) negatif 5,9 persen dengan shortfall Rp388,5 triliun, dan penerimaan pajak dari Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) tumbuh negatif 2,2 persen dengan shortfall Rp14,6 triliun.
Baca juga: Indonesia Defisit APBN 2,5 Persen, Kemenkeu: Negara Lain Ada yang 10 Persen
Kemudian penerimaan negara bukan pajak (PNBP) merosot Rp69,2 triliun akibat harga minyak yang mengalami penurunan. Sementara untuk belanja negara, mantan direktur pelaksana Bank Dunia tersebut mengatakan ada tambahan belanja lain-lain untuk tambahan belanja Covid-19 sebanyak Rp255 triliun.
"Sehingga defisit akan meningkat dari Rp307,2 triliun, menjadi Rp852,9 triliun atau naik Rp545,7 triliun. Pembiayaan sebanyak Rp545,7 triliun ini akan dikelola secara hati-hati" paparnya.
Adapun pembiayaan APBN, kata Sri Mulyani, akan berasal dari penerbitan Surat Berharga Negara, pinjaman, dan dari investasi yang akan pemerintah lakukan, termasuk pandemic bond.
Baca juga: Menkeu Pastikan Pengelolaan Defisit Anggaran Dilakukan Hati-hati
- Penulis :
- Tatang Adhiwidharta