billboard mobile
Pantau Flash
HOME  ⁄  Geopolitik

New Delhi Larang Masyarakat Nyalakan Petasan saat Festival Diwali Guna Kurangi Polusi Udara

Oleh Sofian Faiq
SHARE   :

New Delhi Larang Masyarakat Nyalakan Petasan saat Festival Diwali Guna Kurangi Polusi Udara
Foto: Petasan festival Diwali - (tangkapan layar)

Pantau - Menteri Lingkungan Hidup Ibu Kota India, New Delhi, Gopal Rai mengatakan bahwa telah menerapkan kembali larangan menyalakan petasan menjelang festival 'Diwali' yang biasanya kualitas udara mencapai tingkat berbahaya pada musim dingin.

"Pembuatan, penyimpanan, penjualan, pengiriman online, dan peledakan segala jenis petasan sepenuhnya dilarang di Delhi," kata Gopal Rai, dalam konferensi pers, dikutip dari Reuters, Selasa (12/9/2023).

Gopal menuturkan bahwa polisi telah diinstruksikan untuk berhenti mengeluarkan izin kembang api. Petasan merupakan bagian dari perayaan festival Diwali yang jatuh pada pertengahan November tahun ini.

Asap dari ratusan petasan yang menerangi langit selama festival membuat kota tersebut diselimuti kabut beracun. Hal ini menjadi lebih buruk karena udara yang lebih dingin memerangkap debu, emisi kendaraan, dan polusi dari pembakaran tunggul di daerah sekitarnya.

Pemerintah Delhi akan bertemu dengan para ahli minggu ini untuk menyusun rencana aksi untuk memerangi polusi di musim dingin. 

Udara kotor pada musim dingin kerap menyebabkan lonjakan penyakit pernapasan di salah satu kota paling berpolusi di dunia, yang seringkali mengakibatkan penutupan sekolah dan kesehatan masyarakat. deklarasi darurat.

Pemerintah kota, dalam beberapa tahun terakhir, melarang penggunaan dan penjualan kembang api menjelang festival serta memberikan hukuman penjara dan denda bagi mereka yang melanggar perintah.

Pemerintah mengatakan kota tersebut melaporkan kualitas udara terbaiknya sejak tahun 2015, didorong oleh langkah-langkah termasuk mendorong penggunaan kendaraan yang lebih ramah lingkungan.

Penduduk New Delhi akan memperoleh harapan hidup 11,9 tahun jika India memenuhi pedoman Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) untuk membatasi tingkat partikel di udara yang merusak paru-paru, yang dikenal sebagai PM 2,5 hingga 5 mikrogram per meter kubik.

Penulis :
Sofian Faiq