
Pantau - Junta militer Myanmar mengumumkan perpanjangan keadaan darurat selama enam bulan ke depan pada Jumat (31/1/2025), menurut media pemerintah MRTV. Keputusan tersebut disampaikan oleh pemimpin junta, Min Aung Hlaing, dalam sebuah pertemuan terkait pertahanan dan keamanan nasional.
Min Aung Hlaing menjelaskan bahwa situasi di Myanmar saat ini membutuhkan stabilitas yang diperlukan untuk menyelenggarakan pemilu. Hal ini disampaikan tepat sehari sebelum Myanmar memasuki tahun keempat di bawah rezim militer.
Meski demikian, upaya junta militer untuk mengundang kelompok oposisi, termasuk kelompok bersenjata, bekerja sama dalam penyelenggaraan pemilu pada tahun lalu belum menunjukkan perkembangan yang signifikan.
Pada 1 Februari 2021, militer Myanmar menggulingkan pemerintahan sipil yang dipimpin oleh Liga Nasional untuk Demokrasi (NLD) dan Aung San Suu Kyi melalui sebuah kudeta. Sejak saat itu, negara ini mengalami konflik internal yang melibatkan berbagai kelompok etnis, terutama di bagian utara.
Baca Juga:
Myanmar Bebaskan Ribuan Tahanan, Gimana dengan Aung San Suu Kyi?
Hingga kini, sedikitnya 6.106 warga sipil telah tewas akibat kekerasan yang dilakukan oleh aparat keamanan, menurut Asosiasi Bantuan untuk Tahanan Politik (AAPP). Jumlah ini belum termasuk korban yang jatuh akibat pertempuran yang masih berlangsung di beberapa wilayah.
Sekretaris Jenderal PBB, Antonio Guterres, pada Kamis (30/1/2025), mendesak militer Myanmar untuk menyerahkan kekuasaan dan membentuk kembali pemerintahan sipil melalui transisi demokrasi yang inklusif. Ia mengutuk segala bentuk kekerasan dan menyerukan kepada semua pihak yang terlibat dalam konflik untuk menahan diri.
Guterres juga menyerukan agar hak asasi manusia dan hukum internasional ditegakkan, serta mengingatkan untuk menghindari hasutan yang dapat menimbulkan kekerasan di tengah masyarakat. Sementara itu, konflik bersenjata di Myanmar telah menyebabkan lebih dari 3,5 juta orang mengungsi, menurut laporan PBB.
- Penulis :
- Ahmad Ryansyah