HOME  ⁄  Geopolitik

Jurnalis Palestina Tetap Meliput Meski Terancam Dibunuh, Dunia Dinilai Bungkam

Oleh Leon Weldrick
SHARE   :

Jurnalis Palestina Tetap Meliput Meski Terancam Dibunuh, Dunia Dinilai Bungkam
Foto: Ilustrasi - Jurnalis sedang mengambil gambar (sumber: Hosnysalah)

Pantau - Di tengah peringatan Hari Kebebasan Pers Sedunia pada 3 Mei, jurnalis Palestina di Gaza terus menjalankan tugas profesional dan kemanusiaan mereka untuk meliput perang yang disebut sebagai genosida oleh Israel sejak 7 Oktober 2023.

Mereka tetap bertugas meski menghadapi risiko tinggi, termasuk serangan bom, tembakan penembak jitu, hingga penangkapan oleh tentara Israel.

Komunitas internasional dan lembaga global dinilai bungkam atas pelanggaran berat yang dialami para jurnalis di Gaza.

Menurut lembaga pemerintahan dan HAM, keheningan dunia ini memberi ruang bagi Israel untuk terus melakukan pelanggaran terhadap jurnalis.

Kantor Media Pemerintah Gaza melaporkan bahwa hingga 25 April, sebanyak 212 jurnalis Palestina telah dibunuh oleh Israel, termasuk 13 perempuan.

Pembunuhan Jurnalis Disebut Kejahatan Perang

Direktur Kantor Media Pemerintah Gaza, Ismail Al-Thawabta, menyebut pembunuhan para jurnalis tersebut sebagai "pembunuhan yang disengaja".

Data dari Pusat Hak Asasi Manusia Palestina menyatakan jumlah jurnalis yang tewas di Gaza menjadi yang tertinggi di dunia sejak pencatatan dimulai pada 1992.

Selain korban tewas, sebanyak 409 jurnalis mengalami luka-luka, 48 orang ditangkap, dan 21 aktivis media dilaporkan tewas.

Israel juga menyerang keluarga jurnalis, membunuh anggota dari 28 keluarga media dan menghancurkan 44 rumah yang dihuni jurnalis.

Menurut Al-Thawabta, tindakan tersebut merupakan "kejahatan yang disengaja dan tergolong kejahatan perang serta kejahatan terhadap kemanusiaan".

Ia menambahkan bahwa tindakan Israel bertujuan "membungkam kebenaran dan menghalangi dokumentasi atas genosida dan pembersihan etnis".

Kerusakan Besar dan Seruan Internasional

Serangan Israel juga menargetkan infrastruktur media seperti kantor berita, studio, pemancar, dan kendaraan bertanda “PRESS”.

Sebanyak 12 media cetak dan 23 media daring mengalami kehancuran total atau sebagian, termasuk 11 stasiun radio dan 16 saluran televisi—empat di antaranya lokal dan 12 internasional.

Lima percetakan besar dan 22 kecil, serta lima serikat profesional dan hukum yang terkait kebebasan media juga hancur.

Kerugian finansial sektor media di Gaza diperkirakan mencapai 400 juta dolar AS sejak awal agresi.

Meski demikian, 143 lembaga media masih bertahan dan terus beroperasi di Gaza.

Al-Thawabta menekankan bahwa "berbicara soal kebebasan pers menjadi tidak berarti selama dunia terus bungkam atas pembunuhan sistematis terhadap jurnalis".

Ia juga menyatakan bahwa "kebebasan pers tidak diukur dari pidato atau pernyataan, tetapi dari kemampuan dunia melindungi jurnalis dan memberi mereka hak untuk meliput dengan bebas".

Desakan Investigasi Internasional

Pada 26 April, Pusat Hak Asasi Manusia Palestina menuduh Israel “dengan sengaja” membunuh jurnalis Gaza untuk menakut-nakuti dan mencegah peliputan.

Mereka menyatakan pembunuhan jurnalis bertujuan “membungkam kebenaran dan menutupi kejahatan” terhadap warga sipil Gaza.

Sebagian besar jurnalis tewas dalam serangan udara, sementara lainnya ditembak penembak jitu.

Pusat HAM menyatakan pembunuhan sistematis terhadap jurnalis merupakan “kejahatan perang di bawah yurisdiksi Mahkamah Pidana Internasional (ICC)” sesuai Pasal 8 Statuta Roma.

Komunitas internasional didesak untuk melindungi warga sipil Gaza dan mendorong Jaksa ICC, Karim Khan, segera menyelidiki kejahatan di Palestina, terutama pembunuhan terhadap jurnalis.

Penulis :
Leon Weldrick