
Pantau - China dan Amerika Serikat mencapai kesepakatan penting untuk menurunkan tarif perdagangan secara signifikan selama 90 hari, langkah yang disambut positif oleh pasar global meski dinilai belum menyelesaikan masalah struktural jangka panjang.
Kesepakatan ini menurunkan tarif AS dari 145% menjadi 30% dan tarif China dari 125% menjadi 10%.
Namun tarif efektif AS saat ini masih berada di angka 13,1%, turun dari 22,8%, tetapi masih jauh dari tingkat 2,3% yang tercatat di akhir 2024.
Langkah ini mengangkat sentimen pasar, dengan indeks Nikkei Jepang naik 2%, saham teknologi Taiwan menguat, dan indeks MSCI Asia Pasifik menyentuh titik tertinggi dalam enam bulan terakhir.
Xi Jinping Kecam Perundungan Global, Janji Dana Pembangunan untuk Amerika Latin
Dalam Forum China-CELAC yang digelar di Beijing, Presiden China Xi Jinping menyinggung praktik "perundungan" dan "hegemoni negara besar" secara tersirat merujuk pada Amerika Serikat.
Ia menyerukan kerja sama global dan menolak perang tarif serta kebijakan sepihak yang menurutnya tidak akan menghasilkan pemenang.
"Perundungan dan hegemoni hanya akan menyebabkan isolasi dan tidak ada pemenang dalam perang dagang," ujar Xi.
Sebagai komitmen nyata, Xi juga mengumumkan penyediaan dana sebesar 9,2 miliar dolar AS atau sekitar Rp 147,2 triliun untuk pembangunan di kawasan Amerika Latin.
Presiden Kolombia Gustavo Petro mendukung seruan Xi dengan menolak imperialisme dan otoritarianisme, serta mendorong dialog yang setara antar peradaban.
Sementara itu, Presiden Chile Gabriel Boric menyatakan kesiapan negaranya untuk memperluas kerja sama ekonomi dengan China.
Kini, dua pertiga negara Amerika Latin telah bergabung dalam program Belt and Road Initiative (BRI), menandai bergesernya pengaruh ekonomi dari AS ke China di kawasan tersebut.
Meski pasar bereaksi positif, para analis memperingatkan bahwa optimisme ini bersifat jangka pendek dan volatilitas bisa kembali muncul jika ketegangan dagang meningkat.
- Penulis :
- Balian Godfrey