
Pantau - Presiden Turkiye Recep Tayyip Erdogan pada Kamis (17/7) mengecam keras aksi militer terbaru Israel di wilayah Suriah dan menegaskan bahwa Turkiye tidak akan membiarkan adanya upaya untuk memecah belah negara tersebut.
Pernyataan itu disampaikan Erdogan dalam konferensi pers usai rapat kabinet di Ankara, di mana ia menyebut bahwa "masalah terbesar di kawasan tersebut adalah agresi Israel", ungkapnya.
Erdogan menuduh Israel memanfaatkan bentrokan yang melibatkan kelompok Druze di Suriah selatan untuk memperluas "kebrutalan" mereka ke wilayah Suriah dalam dua hari terakhir.
Ia menekankan bahwa Suriah yang stabil akan menciptakan stabilitas bagi negara-negara tetangganya dan memperingatkan bahwa ketidakstabilan akan menjadi beban bersama bagi kawasan.
Turkiye, yang sejak 2016 telah membangun kehadiran militer signifikan di Suriah utara, merupakan pendukung utama pemerintahan sementara Suriah.
Operasi lintas batas yang dilancarkan Turkiye bertujuan mendorong mundur Unit Perlindungan Rakyat (YPG), pasukan Kurdi Suriah yang dianggap Ankara sebagai kelompok teroris.
Serangan Israel dan Kecaman Internasional
Ketegangan di Provinsi Sweida meningkat sejak Minggu (13/7), setelah anggota suku Badui bersenjata menyerang dan merampok seorang pemuda Druze di dekat kota al-Masmiyah.
Kota al-Masmiyah terletak di sepanjang jalan raya Damaskus-Sweida, di wilayah yang mayoritas penduduknya berasal dari komunitas Druze.
Serangan tersebut memicu penculikan balasan dan berkembang menjadi bentrokan bersenjata antara faksi Druze lokal, pasukan pemerintah Suriah, dan milisi Badui.
Pada Senin (14/7) dan Rabu (16/7), Israel melancarkan serangan udara ke Damaskus dan Sweida, dengan dalih mencegah komunitas minoritas Druze menjadi korban.
Serangan tersebut langsung mendapat kecaman keras dari masyarakat internasional.
Beberapa jam setelah serangan pada Rabu, tercapai gencatan senjata rapuh antara pemerintah sementara Suriah dan para pemimpin spiritual Druze.
Dukungan Regional untuk Suriah
Pada hari yang sama, para menteri luar negeri dari 11 negara Arab, termasuk Yordania, UEA, Bahrain, Arab Saudi, Turkiye, Irak, Oman, Qatar, Kuwait, Lebanon, dan Mesir, menyatakan dukungan mereka terhadap kedaulatan dan stabilitas Suriah.
Dalam pernyataan yang dirilis Kementerian Luar Negeri Lebanon, para menteri menyambut baik tercapainya kesepakatan untuk mengakhiri krisis di Provinsi Sweida.
Mereka juga menyerukan upaya pemulihan keamanan di seluruh wilayah Suriah dan mengecam keras serangan Israel yang disebut sebagai "pelanggaran nyata terhadap hukum internasional dan pelanggaran serius terhadap kedaulatan Suriah", bunyi pernyataan itu.
Para menteri menyoroti pentingnya peran Suriah dalam menjaga perdamaian regional dan menyerukan penarikan penuh pasukan Israel dari semua wilayah yang diduduki.
Mereka juga mendorong komunitas internasional untuk membantu pemerintahan sementara Suriah dalam upaya rekonstruksi dan menghentikan semua aksi permusuhan Israel.
- Penulis :
- Leon Weldrick
- Editor :
- Tria Dianti










