
Pantau - Konferensi Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) yang digelar di New York secara resmi mengadopsi dokumen akhir yang berisi kerangka kerja terpadu dan dapat ditindaklanjuti untuk mengimplementasikan solusi dua negara antara Palestina dan Israel.
"Dokumen akhir konferensi ini merupakan kerangka kerja yang terpadu dan dapat ditindaklanjuti untuk mengimplementasikan solusi dua negara serta mencapai perdamaian dan keamanan bagi semua pihak," ungkap Menteri Luar Negeri Arab Saudi, Pangeran Faisal bin Farhan, dalam konferensi pada Selasa, 29 Juli 2025.
Meski tidak merinci isi dokumen tersebut, Pangeran Faisal menegaskan bahwa kerangka itu merupakan langkah nyata untuk menjamin hak-hak sah rakyat Palestina dan meredakan konflik yang telah berlangsung puluhan tahun.
Arab Saudi dan Prancis Pimpin Konferensi, AS dan Israel Tolak
Konferensi PBB ini berlangsung selama dua hari dan dipimpin bersama oleh Arab Saudi dan Prancis.
Forum tingkat tinggi tersebut mempertemukan para pejabat dunia untuk membahas pengakuan resmi terhadap negara Palestina dan langkah konkret dalam implementasi solusi dua negara.
Sejauh ini, dari 193 negara anggota PBB, sedikitnya 142 negara telah mengakui negara Palestina, yang dideklarasikan oleh Organisasi Pembebasan Palestina (PLO) di pengasingan pada tahun 1988.
Menjelang konferensi, Presiden Prancis Emmanuel Macron juga menyatakan bahwa Prancis akan secara resmi mengakui Palestina pada Sidang Umum PBB bulan September.
Solusi Dua Negara Berbasis Inisiatif Arab 2002
Dalam sesi pembukaan pada Senin, 28 Juli, Pangeran Faisal menyerukan diakhirinya bencana kemanusiaan di Gaza dan pentingnya pertanggungjawaban atas pelanggaran hukum internasional.
Ia menegaskan kembali Inisiatif Perdamaian Arab 2002 sebagai dasar penyelesaian adil: menawarkan normalisasi hubungan Arab-Israel dengan syarat penarikan penuh Israel dari wilayah yang diduduki sejak 1967 dan pembentukan negara Palestina dengan Yerusalem Timur sebagai ibu kota.
Namun, Amerika Serikat dan Israel menolak untuk ikut serta dalam konferensi ini.
Washington menyebut bahwa konferensi justru dapat memperpanjang konflik yang sedang berlangsung di Gaza.
Konferensi Digelar di Tengah Derita Warga Gaza
Konferensi ini berlangsung di tengah agresi militer Israel yang masih terus menghantam Jalur Gaza sejak 7 Oktober 2023.
Serangan militer yang terus berlangsung telah menewaskan lebih dari 60.000 warga Palestina, sebagian besar perempuan dan anak-anak.
Serangan udara juga menghancurkan infrastruktur sipil dan memperburuk krisis pangan ekstrem di wilayah tersebut.
Pada November 2024, Mahkamah Pidana Internasional (ICC) mengeluarkan surat perintah penangkapan terhadap Benjamin Netanyahu dan Yoav Gallant atas dugaan kejahatan perang dan kejahatan terhadap kemanusiaan.
Selain itu, Israel saat ini tengah menghadapi gugatan genosida di Mahkamah Internasional (ICJ) sebagai imbas dari operasi militer brutal yang dilakukan di Gaza.
- Penulis :
- Aditya Yohan