
Pantau - Hamas menyatakan tetap berkomitmen terhadap kesepakatan gencatan senjata dengan Israel, meski menuduh Tel Aviv melanggarnya dengan melakukan serangan terbaru di Jalur Gaza.
Pernyataan tersebut disampaikan pada Rabu, 29 Oktober 2025, di tengah meningkatnya ketegangan dan saling tuduh pelanggaran antara kedua pihak.
"Niatnya untuk merusak kesepakatan gencatan senjata dan memaksakan realitas baru dengan kekerasan, di tengah keterlibatan pemerintah AS," ujar Hamas dalam pernyataan persnya.
Serangan Udara Israel Tewaskan Puluhan Warga Sipil
Ketegangan memuncak setelah Israel melancarkan serangan artileri ke Kota Rafah pada hari sebelumnya, menyusul dugaan bahwa seorang tentara Israel tewas akibat tembakan Hamas.
Namun, Hamas membantah keterlibatannya dalam insiden tersebut.
Tak lama setelahnya, Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu memerintahkan serangan udara lanjutan dengan alasan pelanggaran gencatan senjata oleh Hamas.
Serangan yang terjadi pada malam hari itu menewaskan 104 warga Palestina, termasuk 46 anak-anak dan 20 perempuan, menurut data dari otoritas kesehatan Gaza.
Gencatan Senjata Dipertegas AS, Hamas Tunda Penyerahan Jenazah
Sebagai respons atas serangan tersebut, Hamas menunda penyerahan jenazah sandera Israel yang awalnya dijadwalkan berlangsung pada Selasa malam.
Ketegangan bertambah setelah klaim Israel bahwa bagian tubuh yang diserahkan Hamas merupakan jasad sandera yang sebenarnya telah dievakuasi dua tahun lalu oleh militer Israel.
Sementara itu, sumber dari Hamas menyebut Israel menolak izin masuk bagi tim Komite Palang Merah Internasional (ICRC) dan perwakilan faksi Palestina ke wilayah Gaza timur untuk mencari sisa jasad tawanan Israel.
Pada Rabu, Presiden AS Donald Trump menyatakan bahwa gencatan senjata "tetap berlaku", namun menyebut Israel "harus membalas" atas kematian tentaranya.
Militer Israel kemudian menyatakan bahwa mereka telah memulai kembali pemberlakuan gencatan senjata pascaserangan.
- Penulis :
- Aditya Yohan









