
Pantau – Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu, hadir di Pengadilan Distrik Tel Aviv pada Senin, 1 Desember 2025, untuk pertama kalinya sejak mengajukan permohonan pengampunan terkait dengan kasus korupsi yang menjeratnya.
Permohonan Pengampunan Memicu Perpecahan
Permintaan Netanyahu untuk mendapatkan pengampunan telah memicu perpecahan di kalangan masyarakat Israel. Beberapa pihak mendukung langkah pengampunan tersebut, sementara yang lain menuntut agar Netanyahu mengaku bersalah dan mundur dari dunia politik. Polemik ini semakin memanas menjelang sidang berikutnya.
Kasus Korupsi yang Dihadapi Netanyahu
Netanyahu menghadapi tiga kasus besar yang dapat berujung pada hukuman penjara jika terbukti bersalah. Kasus pertama, Kasus 1000, terkait dengan penerimaan hadiah dari pengusaha; kasus kedua, Kasus 2000, mengenai negosiasi dengan penerbit media untuk mendapatkan liputan positif; dan kasus ketiga, Kasus 4000, yang melibatkan pemberian keuntungan kepada mantan pemilik situs berita Walla! sebagai imbalan atas liputan positif. Semua tuduhan ini masih dalam proses peradilan.
Penundaan Sidang dan Komitmen Diplomatik
Pada sidang pertama, Netanyahu meminta agar sidangnya ditunda hingga Selasa, dengan alasan "komitmen diplomatik dan keamanan" yang harus dipenuhi. Para hakim mengatakan mereka akan mempertimbangkan permintaan tersebut.
Tanggapan Oposisi dan Desakan Mundur
Tanggapan dari pihak oposisi sangat keras, dengan desakan agar Netanyahu mengaku bersalah dan mundur dari jabatannya jika ia ingin mendapatkan pengampunan. Perdebatan mengenai permohonan pengampunan ini menjadi salah satu isu paling panas di kalangan masyarakat Israel.
Bantahan Netanyahu
Meski menghadapi tuntutan hukum yang masih berlanjut, Netanyahu membantah semua dakwaan yang diajukan terhadapnya dan menyatakan bahwa dirinya tidak bersalah. Ia tetap bertahan dalam posisinya, meskipun banyak pihak mendesaknya untuk mundur demi kestabilan politik negara.
- Penulis :
- Aditya Yohan







