
Pantau - Pemerintah China mengecam keras laporan tahunan Departemen Pertahanan Amerika Serikat (Pentagon) tentang perkembangan militer China, dengan menyebutnya penuh bias geopolitik, salah tafsir, dan provokatif.
Laporan bertajuk “Perkembangan Militer dan Keamanan yang Melibatkan RRT 2025” itu menyoroti ambisi China dalam memperkuat kekuatan militernya, termasuk kemungkinan konfrontasi dengan Taiwan dan peningkatan kapabilitas strategis untuk menyaingi Amerika Serikat.
Beijing: PLA Adalah Kekuatan Defensif, Bukan Ancaman Global
Juru Bicara Kementerian Pertahanan China, Zhang Xiaogang, menyatakan bahwa laporan Pentagon tidak mencerminkan kenyataan dan justru memperkeruh situasi geopolitik di kawasan Asia-Pasifik.
“PLA bersifat defensif dan mengedepankan prinsip pertahanan aktif,” ungkap Zhang.
Ia menegaskan bahwa China tidak akan berkompromi terhadap separatisme Taiwan dan akan mengambil tindakan jika garis merah dilanggar.
Selain itu, Zhang menuduh AS mencampuri urusan dalam negeri China, memutarbalikkan kebijakan militer yang damai, serta memperbesar narasi ancaman militer China demi kepentingan hegemoninya.
Ketegangan Meningkat di Taiwan dan Laut China Selatan
China kembali menegaskan bahwa Taiwan adalah bagian yang tidak terpisahkan dari wilayahnya, dan penyelesaiannya merupakan urusan domestik semata.
Beijing menolak keras segala bentuk intervensi asing, khususnya dari AS, terkait kedaulatan atas Taiwan.
Di kawasan Laut China Selatan, China mengkritik kehadiran militer AS yang dianggap provokatif dan melanggar stabilitas regional.
Zhang memperingatkan agar AS menghentikan "narasi palsu", tidak lagi menghasut konfrontasi, serta menghindari provokasi yang dapat memicu konflik di udara maupun laut.
Pentagon: PLA Siap untuk Perang Taiwan Tahun 2027
Laporan Pentagon menyebut bahwa Tentara Pembebasan Rakyat (PLA) menargetkan kemampuan untuk memenangkan perang melawan Taiwan pada tahun 2027.
PLA juga diklaim terus mengembangkan kapabilitas strategis untuk menyaingi kekuatan militer AS, termasuk pengembangan rudal balistik jarak jauh seperti DF-27 dengan jangkauan hingga 8.000 km.
Selain itu, Pentagon mencatat peningkatan signifikan dalam sektor cyber warfare, artificial intelligence, bioteknologi militer, dan teknologi luar angkasa oleh militer China.
Ketegangan antara dua negara besar ini mencerminkan konflik narasi strategis: China menyebut dirinya sebagai penjaga perdamaian dan stabilitas, sedangkan AS memandang PLA sebagai kekuatan yang mengancam tatanan internasional.
- Penulis :
- Gerry Eka








