Pantau Flash
HOME  ⁄  Hukum

Menko Imipas Sebut Wacana Presiden Memaafkan Koruptor Bagian dari Strategi Pemberantasan Korupsi

Oleh Ahmad Ryansyah
SHARE   :

Menko Imipas Sebut Wacana Presiden Memaafkan Koruptor Bagian dari Strategi Pemberantasan Korupsi
Foto: Menteri Koordinator Bidang Hukum, Hak Asasi Manusia, Imigrasi, dan Pemasyarakatan (Menko Kumham Imipas) Yusril Ihza Mahendra berikan keterangan kepada wartawan di Gedung Pusat Edukasi Antikorupsi KPK, Jakarta, Selasa (10/12/2024). (ANTARA/Fianda Sjofjan Rassat)

Pantau - Menteri Koordinator (Menko) Bidang Hukum, HAM, Imigrasi, dan Pemasyarakatan (Kumham Imipas), Yusril Ihza Mahendra, menyatakan bahwa wacana Presiden Prabowo Subianto untuk memaafkan koruptor yang mengembalikan hasil korupsi mereka merupakan bagian dari rencana amnesti dan abolisi. Langkah ini menjadi salah satu strategi pemberantasan korupsi yang berfokus pada pemulihan kerugian negara atau asset recovery, sejalan dengan ratifikasi Konvensi PBB Melawan Korupsi (UNCAC) oleh Indonesia.

"Setahun setelah ratifikasi, Indonesia seharusnya menyesuaikan Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) dengan ketentuan dalam konvensi ini, dan meskipun terlambat, kita kini ingin melakukannya," ungkap Yusril dalam keterangannya, Kamis (19/12/2024).

Yusril menambahkan, penekanan dalam pemberantasan korupsi sesuai dengan konvensi PBB bertujuan untuk mencegah tindak pidana korupsi, melakukan pemberantasan secara efektif, serta memulihkan kerugian negara. Presiden Prabowo sendiri menyatakan bahwa orang yang diduga, sedang diproses hukum, atau telah divonis karena korupsi bisa mendapatkan pengampunan, asalkan mereka mengembalikan kerugian negara yang diakibatkan oleh tindakannya.

Menurut Yusril, pernyataan Presiden mencerminkan perubahan filosofi dalam penerapan hukuman di Indonesia, yang tidak lagi hanya berfokus pada balas dendam atau efek jera, melainkan lebih mengutamakan keadilan korektif, restoratif, dan rehabilitatif. Hal ini diharapkan dapat membawa manfaat yang lebih besar, termasuk perbaikan ekonomi bangsa.

Baca Juga:
Selama 2020-2024 KPK Serahkan Uang Rp2,4 Triliun Hasil Rampasan Koruptor ke Negara
 

Lebih lanjut, Yusril mengingatkan bahwa jika pelaku korupsi hanya dipenjarakan tanpa mengembalikan aset yang dikorupsi, maka upaya penegakan hukum tidak banyak berkontribusi pada pembangunan ekonomi dan kesejahteraan rakyat. Sebaliknya, jika uang hasil korupsi dapat dikembalikan dan pelaku diberi kesempatan untuk melanjutkan usahanya dengan cara yang sah, negara tetap bisa menerima pajak dan tenaga kerja tidak kehilangan pekerjaan.

Dia juga menegaskan bahwa Presiden, sebagai kepala negara, memiliki kewenangan untuk memberikan amnesti dan abolisi kepada para pelaku tindak pidana, termasuk korupsi, dengan mengutamakan kepentingan bangsa. Sebelum keputusan tersebut diambil, Presiden akan meminta pertimbangan dari Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).

"Para menteri siap memberikan penjelasan ke DPR apabila Presiden mengirim surat untuk meminta pertimbangan," ujar Yusril.

Ia mengungkapkan bahwa Kementerian Koordinator Kumham Imipas telah mulai mengkoordinasikan rencana pemberian amnesti dan abolisi, termasuk untuk beberapa kasus korupsi. Rencana ini juga mencakup pemberian amnesti bagi 44 ribu narapidana, sebagian besar kasus narkoba, dengan beberapa syarat khusus yang sedang dibahas terkait kasus korupsi.

Yusril menekankan pentingnya koordinasi yang mendalam mengenai besaran pengembalian kerugian negara dan aspek teknis pelaksanaan amnesti dan abolisi, agar proses tersebut berjalan sesuai dengan peraturan yang berlaku.

Penulis :
Ahmad Ryansyah