
Pantau - Komisi III DPR RI akan segera membahas Rancangan Undang-Undang tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Kitab Hukum Acara Pidana (RUU KUHAP) setelah menerima Surat Presiden (Surpres) pada Kamis (20/3).
Ketua Komisi III DPR RI, Habiburokhman, menyatakan bahwa Presiden Prabowo Subianto telah menandatangani Surpres tersebut, menandai dimulainya pembahasan revisi KUHAP bersama pemerintah. “Draf final sudah siap, dan pembahasan akan segera dilakukan setelah masa reses DPR selesai,” ujarnya di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta.
Target Penyelesaian Cepat
Habiburokhman menargetkan revisi KUHAP dapat diselesaikan dalam satu hingga dua masa sidang. Menurutnya, perubahan dalam RUU ini tidak terlalu kompleks sehingga proses legislasi dapat berlangsung dengan cepat.
“Kami harapkan pembahasannya tidak berlarut-larut. Jika memungkinkan, satu masa sidang saja sudah cukup,” katanya.
Revisi KUHAP ini bertujuan untuk menyesuaikan hukum acara pidana dengan perkembangan zaman, terutama dalam rangka menyelaraskan implementasinya dengan KUHP yang baru pada Januari 2026.
Baca Juga:
Restorative Justice Jadi Fokus Utama di RUU KUHAP
Fokus pada Keadilan Restoratif
Salah satu perubahan utama dalam RUU KUHAP adalah penguatan prinsip keadilan restoratif. Habiburokhman menegaskan bahwa ada satu bab khusus dalam RUU ini yang mengatur mekanisme restorative justice, yang memungkinkan penyelesaian perkara secara damai sejak tahap penyidikan hingga persidangan.
“Proses hukum harus mengedepankan solusi yang lebih manusiawi, sehingga penyelesaian perkara bisa dilakukan tanpa harus berujung pada pemenjaraan,” jelasnya.
Selain itu, revisi KUHAP akan memperbaiki mekanisme penahanan agar lebih transparan dan tidak dilakukan secara sewenang-wenang. Penggunaan CCTV dalam proses pemeriksaan juga akan diatur untuk mencegah potensi kekerasan terhadap tersangka.
Perlindungan Kelompok Rentan dan Penguatan Hak Advokat
RUU KUHAP juga akan memberikan perhatian khusus pada perlindungan hak-hak kelompok rentan, termasuk perempuan, difabel, dan lansia. Selain itu, peran advokat dalam sistem peradilan pidana akan diperkuat guna memastikan setiap warga negara mendapatkan pendampingan hukum yang adil.
Dalam aspek kelembagaan, RUU KUHAP tidak akan mengubah kewenangan aparat penegak hukum. “Polri tetap sebagai penyidik utama dan jaksa tetap sebagai penuntut tunggal. Tidak ada pergeseran kewenangan di sana,” tegas Habiburokhman.
Partisipasi Publik dalam Pembahasan
DPR berencana membuka ruang partisipasi publik dalam pembahasan RUU KUHAP. Draf RUU akan disebarluaskan agar masyarakat dapat memberikan masukan.
“Kami ingin memastikan revisi KUHAP ini benar-benar mewakili kebutuhan hukum masyarakat. Oleh karena itu, kami akan mendengar berbagai masukan dari akademisi, praktisi hukum, hingga masyarakat sipil,” kata Habiburokhman.
Dengan adanya revisi ini, diharapkan sistem peradilan pidana di Indonesia dapat lebih modern, transparan, dan berorientasi pada keadilan yang lebih humanis.
- Penulis :
- Ahmad Ryansyah
- Editor :
- Ahmad Ryansyah