
Pantau - Pengacara Tommy Tri Yunanto menegaskan telah melunasi pembayaran atas tanah seluas 4.672 meter persegi di Ciater, Tangerang Selatan. Ia membantah seluruh tuduhan yang menyebut dirinya menunggak pembayaran senilai lebih dari Rp7 miliar.
Tommy menjelaskan, dirinya selaku Direktur PT Griya Anugerah Sejahtera (PT GAS) sudah menyerahkan uang kepada AWS, yang merupakan kuasa ahli waris pemilik tanah. Ia menyebut bukti pembayaran dibuat dalam bentuk kuitansi resmi di atas meterai.
"Faktanya, saya Tommy Tri Yunanto sudah menyerahkan total uang sesuai kuitansi pelunasan penerimaan uang di atas meterai yang ditandatangani oleh Saudara AWS yang juga kuasa dari ahli waris sebesar total Rp7 miliar lebih," ujar Tommy kepada wartawan di Polda Metro Jaya, Jakarta, Kamis (24/7/2025).
Tommy juga memaparkan proses legal formal yang mereka tempuh bersama. Pada 16 Januari 2015, ia bersama AWS dan Komisaris PT GAS, Shilvia Septiani, datang ke kantor notaris Lili Zahrorul Ullya di Tangerang untuk menandatangani perjanjian hukum.
"Di mana dihadiri oleh saya sebagai Direktur PT GAS dan Shilvia Septiani sebagai komisaris, dan Saudara AWS sebagai pemilik tanah dan juga kuasa ahli waris dari keluarganya," jelasnya.
Di hadapan notaris, ketiganya menandatangani dokumen Perjanjian Pengikatan Jual Beli (PPJB) Lunas. Tommy menyebut hal ini dilakukan setelah notaris memverifikasi bukti pembayaran.
"Saya dan Shilvia memperlihatkan semua alat bukti pelunasan pembayaran tanah. Setelah itu saya dan Shilviani Septiani menandatangani PPJB Lunas tersebut dan AWS yang hadir pada waktu itu juga menandatangani surat lima PPJB Lunas sesuai bidang tanah dan surat pernyataan lunas," jelasnya.
Tommy Lawan Gugatan AWS
Pada akhir 2019, ketiganya sepakat mencari mitra pengembang untuk memanfaatkan lahan tersebut. Mereka kemudian bekerja sama dengan PT Karunia Putra Soegama (KPS), melalui perjanjian tertulis yang melibatkan semua pihak.
"Hasil dari sepakat untuk kerja sama antar pemilik tanah sampai dengan pembagian porsi terhadap pembayaran tanah dan dihadiri oleh masing-masing pihak," tutur Tommy.
Namun, konflik muncul pada akhir 2022. Menurut Tommy, AWS tiba-tiba menunjukkan surat pembatalan kepada pihak KPS. Ia mengaku terkejut karena merasa tidak pernah menandatangani dokumen tersebut.
"Tahun 2022 akhir diinfokan oleh PT KPS adanya surat pembatalan yang diperlihatkan Saudara AWS kepada PT KPS. Saya dan Shilviani kaget, karena belum pernah ada Surat pembatalan apalagi tanda tangan surat pembatalan itu tidak pernah ada," jelas Tommy.
Langkah hukum pun ditempuh. Pada Oktober 2023, Tommy dan Shilvia melaporkan AWS ke Polres Tangsel dengan dugaan pemalsuan dokumen berdasarkan Pasal 263 KUHP. Mereka menilai AWS telah menggunakan surat yang diduga palsu sebagai alat pembatalan transaksi.
"Sampai kepada 2025 akhirnya kami sepakat melaporkan Saudara AWS pasal pemalsuan 263 KUHP dalam unsur dari pasal tersebut unsurnya memalsukan surat, menggunakan surat palsu, menyuruh orang lain membuat surat palsu, karena diduga menggunakan surat palsu kepada KPS di Tangsel," imbuhnya.
Surat Jadi Bukti Gugatan
AWS kemudian menjadikan surat itu sebagai bukti dalam gugatan perdata di Pengadilan Negeri Tangerang. Gugatan tersebut ditolak hingga kasasi. Namun, Tommy mengungkapkan, AWS kembali menggunakan surat itu dalam sidang pidana.
"Tidak berhenti di situ, AWS memperlihatkan kembali surat itu dan dijadikan alat bukti lagi pada saat AWS dilaporkan oleh PT KPS di Polda Metro Jaya. Dimasukkan ke dalam prosesi sidang diperlihatkan ke majelis hakin dan dituangkan ke dalam pleidoinya surat dugaan palsu tersebut, sehingga saya dan Shilviani merasa sangat dirugikan," kata Tommy.
Tommy menyebut dana hasil kerja sama senilai sekitar Rp7 miliar lebih masih tertahan di PT KPS. Ia mengatakan, konflik ini menyebabkan kerugian finansial akibat belum diterimanya dana tersebut.
"Karena uang penjualan tanah yang saat ini masih ada di PT KPS sebesar kisaran Rp7 miliar lebih belum bisa kami terima akibat adanya dugaan kuat manipulasi memutar balik fakta dari perbuatan AWS tersebut," sambungnya.
Ia menambahkan, proses pelaporan yang berjalan hampir dua tahun telah membuahkan penetapan AWS sebagai tersangka. Hasil laboratorium forensik Bareskrim menunjukkan tanda tangan dalam surat pembatalan tidak identik dengan miliknya maupun Shilvia.
Tommy menegaskan tidak pernah ada pembatalan sah atas transaksi tanah tersebut. Ia menilai narasi yang dibangun AWS tidak didukung oleh bukti sah secara hukum.
"Dengan adanya putusan perdata sampai dengan kasasinya, AWS ditolak di mana amar putusan jelas pembayaran tanah 4.672 meter persegi tersebut sah menurut hukum. Pembayarannya sesuai bukti-buktinya dan sesuai dengan ketentuan hukum," jelas Tommy.
Tommy mengimbau aparat penegak hukum bertindak tegas dan tidak membiarkan praktik manipulasi hukum berlanjut.
"Atas itu, saya berharap kepada pihak penegak hukum dari pihak kepolisian sampai dengan kejaksaan, tegak lurus untuk menegakkan hukum dan jangan ada yang kebal hukum melakukan beking-beking pejabat dalam proses hukumnya," lanjut pengacara public defender ini.
- Penulis :
- Khalied Malvino
- Editor :
- Tria Dianti







