Pantau Flash
HOME  ⁄  Internasional

Ilmuwan: Perubahan Iklim Picu Topan Gaemi Lebih Mematikan

Oleh Khalied Malvino
SHARE   :

Ilmuwan: Perubahan Iklim Picu Topan Gaemi Lebih Mematikan
Foto: Truk tersapu banjir imbas Topan Gaemi di Kota Quezon, Metro Manila, Filipina, pada Kamis (25/7/2024). (Getty)

Pantau - Topan Gaemi yang menerjang Filipina, Taiwan, dan China bulan lalu, menghancurkan infrastruktur dan menewaskan lebih dari 100 orang. 

Hal ini diperparah oleh perubahan iklim akibat ulah manusia, demikian ungkap para ilmuwan dalam sebuah laporan melansir Reuters, Kamis (29/8/2024).

Saat topan lain mendarat di Jepang, para peneliti iklim mengungkapkan suhu laut yang lebih hangat memberikan “bahan bakar” tambahan untuk badai tropis di Asia, sehingga membuat topan-topan tersebut menjadi lebih berbahaya.

Topan Gaemi melanda Asia Timur sejak 22 Juli, dengan intensitas curah hujan lebih dari 300 mm (11,81 inci) yang mengguyur ibu kota Filipina, Manila, hanya dalam sehari.

Kecepatan angin setinggi 145 mph (232 kph) memicu gelombang badai yang menenggelamkan kapal tangki minyak di lepas pantai Filipina dan kapal kargo di dekat Taiwan. Hujan deras dan badai Gaemi juga menimbulkan tanah longsor maut di Provinsi Hunan, China.

Baca juga: 4 Negara di Asia Ini Dilanda Topan Gaemi

Kecepatan angin Topan Gaemi 9 mph lebih kuat dan memiliki 14 persen lebih tinggi karena laut lebih hangat.

Hal ini berdasarkan penelitian para ilmuwan dalam laporan World Weather Attribution, sebuah aliansi peneliti yang menganalisis hubungan antara perubahan iklim dan cuaca ekstrem.

“Dengan meningkatnya suhu global, kita telah menyaksikan peningkatan suhu lautan, dan akibatnya, bahan bakar yang lebih kuat tersedia untuk siklon tropis ini, sehingga meningkatkan intensitasnya,” ujar peneliti Royal Netherlands Meteorological Institute, Nadia Bloemendaal, dalam konferensi pers Rabu lalu menjelang rilis laporan itu.

Baca juga: Miris! 800 Ribu Warga Bangladesh Dievakuasi Imbas Diterpa Topan Remal

Dalam kesempatan yang sama, peneliti Grantham Institute dari London, Clair Barnes menyampaikan angin topan 30 persen lebih sering terjadi ketimbang pada masa pra-industri. Dia mewanti-wanti angin topan akan semakin marak terjadi dan intens jika suhu global naik 2 derajat Celcius.

Konsultan risiko iklim dari Pusat Iklim Palang Merah dan Bulan Sabit Merah, Maja Vahlberg menambahkan, Asia Timur sudah terbiasa dengan cuaca ekstrem, namun infrastruktur pencegahan banjir dan perencanaan tanggap daruratnya mengalami tekanan lebih besar.

“Bahkan upaya terbaik kami pun sedang mencapai batasnya,” tuturnya.

Sumber: Reuters

Penulis :
Khalied Malvino