HOME  ⁄  Internasional

Polisi Hong Kong Tawarkan Hadiah Rp 1,9 M untuk Tangkap Aktivis

Oleh Khalied Malvino
SHARE   :

Polisi Hong Kong Tawarkan Hadiah Rp 1,9 M untuk Tangkap Aktivis
Foto: Polisi antihuru-hara menangkap demonstran pro-demokrasi di Causeway Bay, Hong Kong, 27 Mei 2020. (Getty Images)

Pantau - Pemerintah Hong Kong menawarkan hadiah untuk enam aktivis pro-demokrasi yang dituduh mengancam keamanan nasional dalam penindakan terbaru, menyoroti makin sempitnya ruang perbedaan pendapat di pusat bisnis ini.

Mengutip Al Jazeera, polisi mengumumkan pada Selasa (24/12/2024), hal ini adalah kali ketiga mereka menawarkan hadiah sebesar 1 juta dolar Hong Kong (setara Rp1,92 miliar) untuk informasi yang mengarah pada penangkapan para aktivis pro-demokrasi yang berada di luar negeri.

Daftar buronan Hong Kong kini mencakup 19 tokoh yang dituduh melakukan tindak pidana yang kabur definisinya, seperti pemisahan diri, subversi, atau kolusi.

Sekretaris Keamanan Hong Kong, Chris Tang menuturkan, para aktivis ini telah membahayakan keamanan nasional dengan aktivitas seperti melobi agar diberlakukan sanksi terhadap pejabat dan hakim Hong Kong.

Sederet aktivis baru yang dimasukkan dalam daftar tersebut antara lain Tony Chung selaku mantan pemimpin kelompok pro-kemerdekaan Hong Kong Studentlocalism, Joseph Tay yang juga pendiri organisasi advokasi Hongkonger Station yang berbasis di Kanada, dan Carmen Lau dari Dewan Demokrasi Hong Kong.

Baca juga:

Aktivis lainnya adalah Chung Kim-wah sebagai mantan ahli survei di Hong Kong Public Opinion Research Institute, Victor Ho yang juga YouTuber asal Kanada, dan Chloe Cheung dari Komite Kebebasan di Hong Kong.

“Sejak saya melarikan diri, saya sering menyesal tidak bisa melayani rakyat saya hingga akhir,” ujar Lau dalam sebuah unggahan di X.

“Karena itu, sebagai anggota diaspora dan sebagai orang Hong Kong, saya bersumpah untuk menempatkan perjuangan kami untuk Hong Kong di atas segalanya, bahkan di atas diri saya sendiri," imbuhnya.

Pemerintah juga mengumumkan, pihaknya telah membatalkan paspor tujuh aktivis yang sebelumnya sudah dimasukkan dalam daftar buronan, termasuk mantan legislator Hong Kong, Ted Hui.

Dulu menjadi tempat bagi oposisi politik yang kuat dan salah satu lingkungan media paling bebas di Asia, Hong Kong kini telah mengkriminalisasi hampir semua bentuk perbedaan pendapat di bawah undang-undang keamanan ketat yang diperkenalkan sebagai respons terhadap protes besar anti-pemerintah pada 2019.

Baca juga:

Pemerintah Barat dan kelompok hak asasi manusia mengutuk penindakan ini di bekas koloni Inggris tersebut, sementara pejabat Tiongkok daratan dan Hong Kong membela undang-undang tersebut sebagai langkah penting untuk memulihkan stabilitas setelah demonstrasi yang sering berakhir dengan kekerasan pada 2019.

Tidak ada satu pun dari 19 orang dalam daftar buronan yang kemungkinan akan diekstradisi ke Hong Kong, karena mereka tinggal di negara-negara Barat yang telah menyatakan keprihatinan tentang berkurangnya hak dan kebebasan di kota itu.

Kevin Yam, pengacara asal Australia yang dimasukkan dalam daftar buronan Juli 2024 setelah dituduh berkolusi dengan kekuatan asing, mengatakan, beberapa hadiah terbaru ini justru akan merusak upaya Hong Kong untuk memulihkan reputasi internasionalnya yang tercoreng akibat penindakan tersebut dan beberapa kontrol perbatasan paling ketat di dunia selama pandemi COVID-19.

“Yang saya katakan adalah setiap kali Hong Kong mencoba untuk meluncurkan kembali dirinya, pemerintahnya melakukan sesuatu yang represif untuk merusak semua itu,” ujar Yam kepada Al Jazeera.

“Dan mereka cukup kekanak-kanakan untuk berpikir bahwa di era siklus berita 24 jam, membuang ‘berita buruk’ pada malam Natal bisa membuat segalanya terlihat tidak begitu buruk bagi mereka," tambahnya.

Penulis :
Khalied Malvino