
Pantau - Pemerintah China kembali mempertegas sikapnya terhadap dukungan militer Amerika Serikat kepada Taiwan dengan menjatuhkan sanksi berat terhadap tujuh perusahaan industri pertahanan asal AS. Langkah ini menegaskan posisi China dalam menolak segala bentuk intervensi yang dianggap melanggar prinsip kedaulatan dan integritas teritorialnya.
Menurut pernyataan Juru Bicara Kementerian Luar Negeri China, Mao Ning, tindakan AS dalam memasok senjata ke Taiwan dianggap melanggar prinsip "Satu China" serta Tiga Komunike Bersama China-AS, termasuk Komunike 17 Agustus 1982. "Tindakan AS ini hanya akan memperburuk ketegangan regional dan mengancam stabilitas," tegas Mao Ning dalam konferensi pers, Jumat (27/12/2024).
Baca Juga:
Jangan Tergantung ke China, RI Wajib Diversifikasi Sumber Impor
Sanksi dan Implikasinya
China telah mengumumkan serangkaian langkah balasan, termasuk:
- Pembekuan aset perusahaan militer AS dan manajer seniornya di wilayah China.
- Larangan kerja sama bagi individu atau organisasi China dengan perusahaan yang terkena sanksi.
Tujuh perusahaan yang menjadi target termasuk Insitu, Hudson Technologies, Raytheon Canada, dan Raytheon Australia. Sanksi mulai berlaku pada 27 Desember 2024.
Serangan Balik Diplomatik
China juga mengecam tindakan AS yang terus mempersenjatai Taiwan dengan berbagai paket persenjataan bernilai miliaran dolar AS. Dalam hal ini, Mao Ning menyoroti langkah AS yang baru-baru ini menyetujui bantuan militer senilai lebih dari $570 juta serta peluncuran Undang-Undang Otorisasi Pertahanan Nasional AS 2025 yang mengatur pelarangan tertentu terhadap China.
"Tindakan ini mencerminkan mentalitas Perang Dingin dan bias ideologis yang tidak berdasar. Kami mendesak AS untuk menghentikan provokasi ini dan kembali pada jalur dialog yang konstruktif," tambahnya.
Eskalasi Ketegangan
Langkah balasan ini bukan yang pertama. Sebelumnya, pada awal Desember 2024, China telah menjatuhkan sanksi terhadap 13 perusahaan militer AS terkait penjualan suku cadang F-16 dan sistem radar ke Taiwan. Eskalasi ini menunjukkan ketegangan yang semakin memanas antara kedua negara, dengan China menegaskan komitmennya untuk menjaga kedaulatan.
Pengaruh Regional
Sanksi ini tidak hanya berdampak pada hubungan bilateral AS-China tetapi juga menambah kompleksitas dinamika geopolitik di Asia Timur. Sebagai salah satu pasar terbesar untuk industri pertahanan global, langkah China ini berpotensi menggoyahkan hubungan dagang dan keamanan di kawasan.
Dengan terus berlangsungnya ketegangan, dunia akan melihat bagaimana kedua negara besar ini mengelola konflik di tengah kepentingan strategis yang saling bersinggungan.
- Penulis :
- Ahmad Ryansyah