Pantau Flash
HOME  ⁄  Internasional

Prancis Pertimbangkan RUU Baru, Kontroversi Larangan Jilbab di Dunia Olahraga

Oleh Ahmad Ryansyah
SHARE   :

Prancis Pertimbangkan RUU Baru, Kontroversi Larangan Jilbab di Dunia Olahraga
Foto: Bendera Prancis (getty)

Pantau - Pemerintah Prancis kembali memicu perdebatan dengan mempertimbangkan rancangan undang-undang (RUU) yang melarang penggunaan jilbab dan simbol keagamaan lainnya dalam kompetisi olahraga. RUU ini dijadwalkan untuk dibahas di Senat dalam waktu dekat dan telah menarik perhatian berbagai pihak, termasuk organisasi hak asasi manusia seperti Amnesti Internasional.

RUU tersebut bertujuan untuk memperjelas batasan sekularisme dalam dunia olahraga, dengan alasan bahwa kompetisi harus bebas dari pengaruh simbol keagamaan guna memastikan netralitas dan kesetaraan di lapangan. Para pendukung kebijakan ini menegaskan bahwa aturan tersebut penting untuk mempertahankan nilai-nilai republik dan menghindari konflik antaragama dalam olahraga profesional.

Namun, banyak pihak menganggap langkah ini sebagai bentuk diskriminasi terhadap perempuan Muslim. Amnesti Internasional menilai bahwa kebijakan ini justru membatasi kebebasan individu dan memperburuk stigma terhadap komunitas Muslim di Prancis.

"Menghalangi perempuan Muslim dari berpartisipasi dalam olahraga hanya karena pakaian yang mereka kenakan bukanlah solusi yang mencerminkan nilai kebebasan dan kesetaraan," ujar Anna Blus, peneliti Amnesti Internasional.

Baca Juga:
Sejarah Kelam Conciergerie, Dari Istana Kerajaan hingga Penjara Revolusi Prancis
 

Sejumlah federasi olahraga di Prancis sendiri telah memiliki kebijakan yang berbeda terkait jilbab. Federasi Sepak Bola Prancis (FFF) saat ini melarang penggunaan jilbab dalam pertandingan, sementara Federasi Bola Tangan Prancis mengizinkannya. Dengan adanya RUU ini, kebijakan tersebut akan diperketat dan diterapkan secara seragam di semua cabang olahraga.

Sosiolog dan aktivis olahraga, Haifa Tlili, menilai bahwa tidak ada bukti objektif yang mendukung larangan jilbab dalam olahraga. "Jika netralitas menjadi alasan utama, mengapa hal ini hanya menyasar jilbab? Ada banyak aspek lain dalam dunia olahraga yang juga bisa dipandang sebagai bentuk ekspresi identitas," ujarnya.

Helene Ba, pemain basket profesional dan aktivis hak perempuan, memperingatkan bahwa kebijakan ini bisa berdampak negatif terhadap partisipasi perempuan Muslim dalam olahraga. "Banyak perempuan yang akan terpaksa meninggalkan olahraga karena aturan ini. Ini bukan hanya tentang pakaian, tetapi juga tentang hak untuk berpartisipasi tanpa diskriminasi," katanya.

RUU ini tidak hanya melarang jilbab, tetapi juga mengusulkan pelarangan doa bersama di fasilitas olahraga yang didanai oleh negara. Langkah ini diklaim sebagai upaya menjaga prinsip sekularisme di ruang publik, tetapi mendapat kritik karena dinilai terlalu membatasi kebebasan beragama.

Debat mengenai kebijakan ini semakin relevan menjelang Olimpiade Paris 2024. Banyak pihak internasional menilai bahwa kebijakan ini bisa mencoreng citra Prancis sebagai tuan rumah ajang olahraga terbesar di dunia. Apakah Prancis akan melanjutkan rencana ini atau justru mempertimbangkan kembali kebijakan yang lebih inklusif? Keputusan Senat dalam waktu dekat akan menjadi penentu arah kebijakan ini di masa mendatang.

Penulis :
Ahmad Ryansyah