
Pantau - Perdana Menteri Mongolia, Luvsannamsrain Oyun-Erdene, resmi mengundurkan diri dari jabatannya pada Selasa, 3 Juni 2025, setelah menghadapi tekanan publik besar-besaran akibat gaya hidup mewah anak laki-lakinya.
Pengunduran diri ini terjadi setelah Oyun-Erdene kalah dalam voting mosi kepercayaan di parlemen Mongolia, yang diajukan sebagai respons atas gelombang unjuk rasa di ibu kota Ulaanbaatar.
Aksi protes yang berlangsung selama sebulan terakhir menuduh Oyun-Erdene terlibat korupsi serta mengecam pengeluaran berlebihan keluarganya, terutama sang anak.
Voting mosi kepercayaan dilakukan secara rahasia dengan partisipasi 82 dari total 126 anggota parlemen.
Hasilnya, 44 anggota mendukung Oyun-Erdene, sementara 38 menolak — tidak cukup untuk memenuhi ambang batas 64 suara yang dibutuhkan untuk tetap menjabat.
Guncangan Politik Mongolia: Korupsi, Ekonomi Lesu, dan Aksi Jalanan
Dalam pernyataan pengunduran dirinya, Oyun-Erdene menyebut pengabdiannya sebagai sebuah kehormatan, terutama dalam masa sulit menghadapi pandemi, perang, dan tekanan ekonomi.
Ia akan tetap menjabat sebagai perdana menteri sementara hingga pengganti resminya ditunjuk dalam waktu 30 hari ke depan.
Mongolia selama ini dikenal bergulat dengan isu korupsi sistemik, terutama yang berkaitan dengan elite politik dan kekayaan tambang batu bara.
Demonstrasi yang mengguncang ibu kota tidak hanya dipicu oleh isu gaya hidup anak Oyun-Erdene, tetapi juga oleh meningkatnya biaya hidup dan kekecewaan terhadap kondisi ekonomi nasional.
Selama kepemimpinannya sejak 2021, Mongolia tercatat mengalami penurunan dalam Indeks Persepsi Korupsi dari Transparency International.
Krisis politik kali ini menegaskan betapa rentannya pemerintahan Mongolia terhadap tekanan publik, khususnya dari kalangan muda yang semakin vokal dalam menyuarakan ketidakpuasan.
- Penulis :
- Balian Godfrey