
Pantau - Menteri Luar Negeri Iran, Abbas Araghchi, menegaskan bahwa negaranya menganggap senjata nuklir sebagai sesuatu yang "tidak manusiawi" dan "dilarang secara agama", serta menyatakan Iran tidak membutuhkan persenjataan nuklir untuk membela diri.
"Kami menganggap senjata nuklir tidak hanya tidak manusiawi, tetapi juga dilarang secara agama. Kami tidak berpikir bahwa untuk membela diri, kami akan membutuhkan persenjataan nuklir," ungkap Araghchi dalam pernyataan resmi.
Ia juga menambahkan bahwa kepemilikan senjata nuklir justru dapat memperlemah posisi Iran secara strategis.
"Memiliki persenjataan nuklir bahkan dapat menempatkan kami dalam posisi yang lebih rapuh. Ada pihak lain di dalam Iran yang tidak sependapat dengan pendapat saya," jelasnya.
Eskalasi Ketegangan dan Seruan Gencatan Senjata
Araghchi menyampaikan bahwa Teheran masih menilai apakah dapat mempercayai Amerika Serikat untuk kembali terlibat dalam negosiasi nuklir, menyusul eskalasi terbaru antara Iran, Israel, dan AS.
Pada malam 13 Juni 2025, Israel meluncurkan serangan ke Iran dengan tuduhan bahwa Teheran mengembangkan program nuklir militer rahasia.
Iran membantah tuduhan tersebut dan membalas serangan, memicu konflik militer yang berlangsung selama 12 hari.
Amerika Serikat kemudian ikut terlibat dengan menyerang fasilitas nuklir Iran pada malam 22 Juni.
Iran menanggapi dengan serangan rudal ke pangkalan militer AS di Al Udeid, Qatar, keesokan harinya.
Presiden AS Donald Trump kemudian mengumumkan bahwa Israel dan Iran telah sepakat melakukan gencatan senjata mulai 24 Juni, untuk mengakhiri konflik bersenjata dua pekan tersebut.
Trump juga meminta kedua belah pihak agar tidak melanggar kesepakatan gencatan senjata.
- Penulis :
- Aditya Yohan
- Editor :
- Tria Dianti