Pantau Flash
HOME  ⁄  Internasional

Hassan Wirajuda Soroti Kekosongan Dubes di Negara Penting, Ingatkan Penunjukan Harus Berdasarkan Misi Diplomatik

Oleh Ahmad Yusuf
SHARE   :

Hassan Wirajuda Soroti Kekosongan Dubes di Negara Penting, Ingatkan Penunjukan Harus Berdasarkan Misi Diplomatik
Foto: Hassan Wirajuda Soroti Kekosongan Dubes di Negara Penting, Ingatkan Penunjukan Harus Berdasarkan Misi Diplomatik(Sumber: ANTARA/Desca Lidya Natalia.)

Pantau - Mantan Menteri Luar Negeri RI, Hassan Wirajuda, menyoroti pentingnya penempatan duta besar (dubes) yang tepat dan sesuai dengan misi diplomasi Indonesia, mengingat masih banyaknya posisi dubes yang kosong di negara-negara strategis.

Dalam rapat dengan Komisi I DPR RI, kritik dilayangkan terhadap Menteri Luar Negeri Sugiono terkait lambannya pengisian posisi dubes di berbagai negara penting.

Hassan menyatakan bahwa prinsip dalam penunjukan dubes seharusnya tidak berubah, baik pada masa Presiden Prabowo Subianto maupun sebelumnya di era Presiden Joko Widodo.

"Saya tidak hanya bicara dalam pemerintahan Presiden Prabowo Subianto tapi juga sebelumnya Presiden Joko Widodo, pertama adalah perlu menempatkan orang yang memadai untuk tugasnya, sesuai dengan medan yang dihadapi," ungkapnya.

Kekosongan Dubes Melemahkan Diplomasi

Sejumlah negara strategis tercatat belum memiliki dubes Indonesia, termasuk Amerika Serikat, Jerman, Korea Utara, PTRI di PBB Jenewa dan New York, Meksiko, Afghanistan, Azerbaijan, Libya, Madagaskar, Myanmar, dan Polandia.

Menurut Hassan, kekosongan ini dapat menumpulkan ujung tombak diplomasi Indonesia di luar negeri.

"Ujung tombak diplomasi ada di perwakilan-perwakilan Indonesia di berbagai negara," tegasnya.

Ia mencontohkan pentingnya posisi dubes di Amerika Serikat yang sejak 2023 kosong setelah Rosan Roeslani mengundurkan diri dan kini menjabat sebagai Menteri Investasi dan Hilirisasi serta Kepala Badan Pelaksana BPI Danantara.

"Pos sepenting Washington DC mutasinya juga sangat cepat, dubes di sana bertugas sebentar saja, ada yang 6 bulan, 1 tahun sudah ditarik pulang, mungkin AS berpikir Indonesia menganggap apa AS? Karena beda dengan pos di negara lain, dubes di Washington tidak hanya berhubungan dengan pemerintah tapi juga dengan kongres, ratusan think-tank, universitas dan masyarakatnya yang kritis," jelas Hassan.

Ia mengingatkan bahwa posisi dubes AS seharusnya diisi oleh individu yang paham diplomasi, bukan sekadar penunjukan politik.

"Termasuk sekarang menghadapi persoalan mengenai tarif, tidak punya yang mampu menjadi yang terdepan. Memang ada delegasi dari Jakarta, dipimpin oleh menteri koordinator, tapi siapa yang mempersiapkan pertemuan dan menindaklanjuti hasil pembicaraan? Tidak ada karena kekosongan duta besar," ujarnya.

Penunjukan Harus Berdasarkan Misi dan Analisis

Hassan memaparkan bahwa penunjukan dubes sebaiknya dilakukan secara sistematis, dimulai dari penyusunan misi Indonesia di negara tujuan, analisis kondisi dan kepentingan nasional, baru kemudian menentukan kandidat dubes.

"Dulu saat saya dan presiden menetapkan dalam penugasan dubes, kami sepakati dulu apa misi kita di satu negara untuk 3–5 tahun ke depan. Kondisi negara tujuan itu pasti berubah jadi kami analisa apa kepentingan nasional kita untuk 3–5 tahun ke depan," ungkapnya.

"Ketiga baru kita bicara orangnya siapa. Jadi sangat sistematis, dan tentu perlu memahami misi Indonesia di negara tersebut," tambahnya.

Kementerian Luar Negeri mengakui adanya keterlambatan penunjukan dan Menlu Sugiono menyampaikan bahwa kesalahan tersebut akan segera diperbaiki.

Ia berjanji akan menyerahkan nama-nama calon dubes ke DPR dalam dua hari mendatang.

Sementara itu, posisi Dubes RI untuk Jerman juga masih kosong sejak Oktober 2024 setelah Arif Havas Oegroseno diangkat menjadi Wakil Menteri Luar Negeri.

Penulis :
Ahmad Yusuf
Editor :
Ahmad Yusuf