Pantau Flash
HOME  ⁄  Internasional

China Tegaskan BRICS Bukan Blok Konfrontasi, Tanggapi Ancaman Tarif Donald Trump

Oleh Leon Weldrick
SHARE   :

China Tegaskan BRICS Bukan Blok Konfrontasi, Tanggapi Ancaman Tarif Donald Trump
Foto: Juru Bicara Kementerian Luar Negeri China Mao Ning dalam konferensi pers di Beijing (sumber: ANTARA/Desca Lidya Natalia)

Pantau - Pemerintah China menegaskan bahwa kesepakatan antarnegara anggota BRICS bukanlah bentuk konfrontasi dan tidak ditujukan untuk menyerang negara manapun, merespons ancaman tarif yang dilontarkan oleh mantan Presiden Amerika Serikat, Donald Trump.

China Tanggapi Ancaman Tarif Trump

"BRICS bukanlah blok untuk konfrontasi. BRICS juga tidak menargetkan negara mana pun," ungkap Mao Ning, Juru Bicara Kementerian Luar Negeri China, pada Senin (7/7).

Pernyataan tersebut disampaikan sebagai respons atas pernyataan Trump yang disampaikan melalui platform media sosialnya, Truth Social, pada Minggu (6/7).

Dalam unggahannya, Trump mengancam akan memberlakukan tarif tambahan sebesar 10 persen kepada negara manapun yang mendukung kebijakan BRICS yang dinilainya "anti-Amerika".

"Tidak akan ada pengecualian untuk kebijakan ini," kata Trump dalam unggahannya.

Mao Ning menegaskan bahwa BRICS merupakan platform penting untuk kerja sama antarnegara berkembang dan pasar yang sedang tumbuh.

"BRICS menganjurkan keterbukaan, inklusivitas, dan kerja sama yang saling menguntungkan," ia mengungkapkan.

Terkait ancaman tarif dari Amerika Serikat, Mao menyatakan bahwa tindakan tersebut tidak produktif.

"Kami menentang perang dagang dan perang tarif. Tarif tidak boleh digunakan sebagai alat pemaksaan dan tekanan, kenaikan tarif yang sewenang-wenang tidak menguntungkan siapa pun," tegasnya.

Komitmen BRICS pada Multilateralisme dan Isu Global

Ancaman dari Trump muncul saat Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) tahunan BRICS berlangsung di Rio de Janeiro, Brasil.

Dalam pertemuan ke-17 tersebut, para pemimpin BRICS menyepakati deklarasi bersama untuk memperkuat multilateralisme, mempertahankan hukum internasional, dan mendorong tatanan global yang lebih adil.

Mereka menekankan pentingnya kerja sama negara berkembang untuk mempromosikan dialog dan konsultasi dalam menciptakan tata kelola global yang setara.

Dalam isu keuangan, BRICS menyerukan peningkatan kuota Dana Moneter Internasional (IMF) dan saham Bank Dunia untuk negara berkembang.

Di bidang kesehatan, BRICS mengakui pentingnya penanganan tantangan kesehatan global dan dampaknya yang lintas batas.

Terkait tata kelola kecerdasan buatan (AI), BRICS mendorong perspektif Global Selatan untuk memastikan AI memenuhi kebutuhan seluruh negara dan meminimalkan risikonya.

Dalam isu perubahan iklim, BRICS mendukung Tropical Forest Forever Fund (TFFF) sebagai mekanisme inovatif untuk pembiayaan konservasi jangka panjang hutan tropis, serta mengajak kontribusi dari mitra internasional.

Kelompok ini juga menegaskan komitmennya untuk mengatasi konflik global melalui pendekatan multilateral yang menghargai perbedaan perspektif nasional.

Isu pembangunan berkelanjutan, pemberantasan kemiskinan dan kelaparan, serta aksi iklim menjadi sorotan utama dalam agenda BRICS tahun ini.

Donald Trump kembali menyuarakan penolakannya terhadap dominasi BRICS dalam sistem moneter global.

Pada Januari 2025, ia menyatakan bahwa "tidak ada kemungkinan BRICS menggantikan dolar AS dalam perdagangan internasional, atau di mana pun."

Trump juga memperingatkan agar BRICS tidak menciptakan atau mendukung mata uang alternatif pengganti dolar.

"Jika mereka tetap melakukannya, mereka akan dikenai tarif 100 persen," kata Trump.

KTT ke-17 BRICS dihadiri oleh Presiden Brazil Luiz Inácio Lula da Silva, Menteri Luar Negeri Rusia Sergey Lavrov, Perdana Menteri India Narendra Modi, Perdana Menteri China Li, Presiden Afrika Selatan Cyril Ramaphosa, Perdana Menteri Ethiopia Abiy Ahmed, Perdana Menteri Mesir Mustafa Madbouly, Presiden UEA Khalid bin Mohamed bin Zayed al Nahyan, Presiden Indonesia Prabowo Subianto, serta Menteri Luar Negeri Iran Seyed Abbas Aragchi.

BRICS didirikan pada tahun 2009 dan kini mencakup 40 persen populasi dunia serta sepertiga dari total ekonomi global.

Indonesia resmi menjadi anggota penuh BRICS sejak 6 Januari 2025.

Penulis :
Leon Weldrick