Pantau Flash
HOME  ⁄  Internasional

Sudan Kecam Sanksi Baru Uni Eropa, Desak Pendekatan Lebih Seimbang di Tengah Konflik Bersenjata

Oleh Ahmad Yusuf
SHARE   :

Sudan Kecam Sanksi Baru Uni Eropa, Desak Pendekatan Lebih Seimbang di Tengah Konflik Bersenjata
Foto: (Sumber: Angkatan Bersenjata Sudan terlihat di istana presiden di Khartoum, Sudan, pada 21 Maret 2025.ANTARA/Ibrahim Awad/Xinhua.)

Pantau - Kementerian Luar Negeri Sudan pada Sabtu, 19 Juli 2025, mengecam sanksi baru yang dijatuhkan oleh Uni Eropa terhadap individu dan entitas yang terlibat dalam konflik bersenjata di negara tersebut, menyebut kebijakan itu tidak memenuhi standar hukum yang adil.

Sudan Tolak Penyamaan Antara Militer dan Pemberontak

Dalam pernyataan resminya, Kementerian Luar Negeri Sudan menolak keras penyamaan antara Angkatan Bersenjata Sudan (Sudanese Armed Forces/SAF) dan kelompok pemberontak Pasukan Dukungan Cepat (Rapid Support Forces/RSF).

"Tidak mungkin untuk menyamakan Angkatan Bersenjata Sudan dengan kelompok pemberontak bersenjata terlarang," tegas Kemenlu Sudan.

Pemerintah Sudan mendesak Uni Eropa untuk mengadopsi pendekatan yang lebih seimbang dan mempertimbangkan kondisi nasional Sudan yang dinilai kompleks dan unik.

Uni Eropa Jatuhkan Sanksi ke Entitas yang Terkait SAF dan RSF

Sebelumnya, pada Jumat, 18 Juli 2025, Uni Eropa mengumumkan sanksi terhadap dua individu dan dua entitas yang berafiliasi dengan SAF dan RSF, sebagai tanggapan atas pelanggaran hak asasi manusia yang terjadi dalam konflik Sudan.

Jenis sanksi yang dijatuhkan mencakup:

  • pembekuan aset,
  • larangan penyediaan dana atau sumber daya ekonomi baik langsung maupun tidak langsung,
  • larangan perjalanan ke negara-negara anggota Uni Eropa.

Langkah ini merupakan bagian dari tekanan internasional terhadap kedua belah pihak dalam upaya menghentikan kekerasan yang terus berkecamuk.

Krisis Kemanusiaan Memburuk Sejak Konflik Meletus

Sudan masih dilanda konflik bersenjata antara SAF dan RSF yang meletus sejak April 2023.

Pertempuran yang berkepanjangan telah menewaskan puluhan ribu orang dan memaksa jutaan lainnya mengungsi, baik di dalam negeri maupun melintasi perbatasan negara.

Kondisi tersebut memperburuk krisis kemanusiaan di Sudan, dengan akses terhadap makanan, air bersih, dan layanan kesehatan yang semakin terbatas bagi warga sipil.

Penulis :
Ahmad Yusuf