
Pantau - Hamas mengecam keras serangan udara Israel di Doha yang menargetkan rumah ketua delegasi mereka, menyebutnya sebagai upaya pembunuhan disengaja terhadap negosiator dan pelanggaran serius terhadap kedaulatan Qatar.
Serangan Terjadi Saat Pembahasan Proposal Gencatan Senjata
Serangan tersebut terjadi pada 9 September 2025, tepat sehari setelah delegasi Hamas bertemu dengan Perdana Menteri dan Menteri Luar Negeri Qatar, Sheikh Mohammed bin Abdulrahman Al Thani, untuk menerima proposal baru terkait gencatan senjata dan pertukaran tahanan.
Saat delegasi Hamas sedang membahas tawaran tersebut, pesawat Israel menyerang rumah Khalil al-Hayya, ketua tim negosiasi Hamas.
Serangan itu menewaskan putra al-Hayya, Humam, Direktur kantor Jihad Lubad, tiga ajudan, dan seorang penjaga keamanan Qatar.
Beberapa anggota keluarga lainnya mengalami luka-luka, sementara para negosiator dilaporkan selamat.
Hamas menyebut serangan ini sebagai upaya sabotase terhadap proses mediasi dan perundingan damai.
Dalam pernyataannya pada Minggu, 14 September 2025, Hamas menuduh pemerintahan Benjamin Netanyahu sebagai pihak yang bertanggung jawab penuh atas gagalnya proses gencatan senjata.
Hamas juga mengingatkan kembali insiden runtuhnya kesepakatan 17 Januari dan pembunuhan pemimpin mereka, Ismail Haniyeh, di Teheran meskipun saat itu ada inisiatif perdamaian yang sedang berlangsung.
Seruan untuk Boikot dan Tindakan Hukum Internasional
Menanggapi serangan tersebut, Hamas menyerukan kepada para menteri luar negeri negara-negara Arab dan Islam, PBB, Uni Afrika, serta badan internasional lainnya untuk memberlakukan boikot politik dan ekonomi terhadap Israel.
Hamas juga mendesak agar Israel diisolasi secara internasional dan para pemimpinnya dibawa ke pengadilan internasional atas tuduhan genosida dan kejahatan perang.
"Kejahatan Israel tidak hanya mengancam rakyat Palestina, tetapi juga keamanan dan stabilitas dunia Arab dan Islam secara keseluruhan," ungkap faksi-faksi perlawanan Palestina dalam pernyataan terpisah.
Mereka mendesak agar segera diselenggarakan KTT darurat Arab-Islam di Doha dan dibentuk koalisi Arab-internasional untuk menghentikan kekerasan di Gaza.
Prioritas utama, menurut mereka, adalah penyelamatan korban dan penghentian kekerasan militer Israel dengan segala cara yang memungkinkan.
Hamas menegaskan kembali posisinya sebagai gerakan pembebasan nasional yang memperjuangkan kemerdekaan Palestina dengan Yerusalem sebagai ibu kota.
Mereka juga menekankan bahwa kepemimpinan terpilih mereka tidak bisa diperlakukan sebagai target militer yang sah.
- Penulis :
- Ahmad Yusuf