
Pantau.com - Pesawat Ethiopian Airlines jenis Boeing 737-800 MAX dengan nomor penerbangan ET 302 jatuh di Kota Bishoftu, yang berada 62 kilometer di tenggara Ibu Kota Ethiopia Addis Ababa, pada Minggu pagi, 10 Maret 2019.
Menurut laporan Reuters, CEO maskapai itu mengungkapkan kepada para wartawan bahwa di antara 157 korban tewas terdapat sejumlah warga dari sedikitnya 30 negara, termasuk Indonesia.
Pesawat Boeing 737, dengan nomor registrasi ET-AVJ itu, jatuh di sekitar Bishoftu, atau Debre Zeit, 50 kilometer sebelah selatan ibukota Ethipia, tak lama setelah lepas landas pukul 08.38 pagi waktu setempat.
Pernyataan resmi dari maskapai Ethiopian Airlines juga menyebutkan operasi pencarian dan penyelamatan sedang berlangsung dan kami tidak memiliki informasi yang dikonfirmasi tentang korban yang selamat atau kemungkinan korban.
Tipe pesawat sama dengan Lion Air JT 610
Melansir ABC News, Senin (11/3/2019), berdasarkan data penerbangan pesawat dengan nomor registrasi ET-AVJ yang dirilis situs pelacakan pergerakan Flightradar24 mengungkapkan kecelakaan itu terjadi setelah pesawat ET 302 mengalami kecepatan vertikal tidak stabil pasca lepas landas.
Sementara basis data penerbangan sipil dari Planespotters menunjukkan, pesawat yang jatuh adalah unit pesawat baru yang dikirimkan Boeing ke maskapai Ethiopia Airlines pada pertengahan November 2018 dan merupakan model 737-800 MAX yang sama dengan penerbangan Lion Air dengan nomor penerbangan JT 610 yang jatuh ke Laut Jawa pada bulan 29 Oktober 2018 lalu.
Baca juga: 1 WNI Jadi Korban Tewas Jatuhnya Ethiopian Airlines
Merujuk pada data penerbangan yang dirilis Flightradar24, pengamat penerbangan Alvin Lie melihat ada kemiripan pola dari data penerbangan pesawat ET 302 dengan pesawat Lion Air JT 610 dengan nomor registrasi PK-LQP sebelum mengalami kecelakaan.
"Pesawat Ethiopian Airlines itu kan baru menit ke-6 dia terbang, tapi sudah 8000 feet, dan kecepatannya juga tinggi. Kalau lihat grafiknya, pesawat itu naik cukup normal tapi kemudian level off dan sempat turun kemudian naik lagi, kemudian jatuh," kata Alvin Lie menjelaskan grafik yang dilihatnya dari laman Flightradar24.
“Kalau lihat polanya mirip dengan Lion Air PK-LQP yang ketinggiannya juga masih dibawah 10 ribu, baru 6000 kaki dan pesawatnya juga naik turun-naik turun, dan saya khawatir itu [ET-302] juga mengalami masalah pada flight control dan Fitur otomatisasi atau Maneuvering Characteristics Augmentation System (MCAS),” tambah Alvin Lie.
Hingga kini penyelidikan jatuhnya pesawat Lion Air dengan nomor registrasi PK-LQP masih belum rampung dilakukan oleh Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT). Namun menyikapi kemiripan dari dua peristiwa kecelakaan ini, Alvin Lie menyarankan agar institusi KNKT Indonesia memberi perhatian khusus terhadap kecelakan pesawat Ethiopia Airlines ini.
Baca juga: Pantau Sorot: 'Predator Musibah' Rebutan 'Lahan Basah' Tragedi Lion Air JT-610
"Kita punya kepentingan untuk melihat apa yang terjadi di Etiophia untuk melengkapi penemuan data yang kita sudah miliki tentunya. Dan Selain itu Etiophia juga punya kepentingan untuk belajar dan mencermati apa yang sudah KNKT kita lakukan," ungkapnya.
Alvin Lie juga menilai KNKT perlu secara khusus menyoroti isu fitur otomatisasi atau Maneuvering Characteristics Augmentation System (MCAS) dalam peristiwa kecelakaan di Ethiopia.
“Boeing kan sudah mengumumkan fitur MCAS itu dan juga mengumumkan dalam training manualnya setelah kecelakaan di Indonesia, apakah setelah temuan ini, pelatihan mengenai fitus MCAS ini bagi para pilot di Etiopia juga sudah di update lagi,” sorot mantan anggota DPR ini.
Fitur otomatisasi
Beberapa pekan setelah jatuhnya Lion Air PK-LQP, KNKT merilis temuan sementara dari pembacaan sebagian data pada kotak hitam pesawat Lion Air PK-LQP terungkap kemungkinan terjadinya kerusakan indikator kecepatan penerbangan (airspeed indicator) dan data pada sensor angle of attack (AOA) pada pesawat itu.
Belakangan masalah pada instrumen ini dikaitkan dengan penanganan fitur Maneuvering Characteristics Augmentation System (MCAS) pada pesawat Boeing tipe 737-800 MAX yang diduga berkontribusi pada terjadinya kecelakaan pada pesawat Lion Air JT 610.
Setelah analisis KNKT itu dirilis, Boeing baru mengumukan secara resmi tentang fitus MCAS di pesawat mereka dan juga merilis bulletin keselamat bagi para penerbang pesawat 737-800 MAX tentang bagaimana cara mengatasi masalah jika timbul anomali akibat fitur otomatisasi tersebut.
Atas temuan ini, Boeing dituding lalai dalam menginformasikan MCAS dan anomali pada sensor AOA sejak awal pesawat dipasarkan. Kecelakaan besar terakhir yang dialami Ethiopian Airlines tercatat pada Januari 2010, ketika pesawatnya yang terbang dari Beirut jatuh tak lama setelah tinggal landas.
- Penulis :
- Noor Pratiwi