
Pantau.com - Dengan air mata dan mawar putih di tangan mereka, para kerabat korban dari 39 orang Vietnam yang ditemukan tewas dalam truk kontainer di Inggris pada bulan lalu, menyambut kedatangan jenazah pertama yang tiba di pedesaan di Vietnam pada Rabu (27/11/2019).
16 jenazah tiba di negara Asia Tenggara pada dini hari tadi, demikian menurut pernyataan kementerian luar negeri Vietnam. "Setelah menunggu selama berhari-hari, putra saya akhirnya tiba," kata Nguyen Dinh Gia, ayah dari korban Nguyen Dinh Luoang kepada Reuters.
Sebanyak 31 dari korban tewas tersebut adalah laki-laki dan delapan sisanya perempuan. Korban tertua berusia 44 tahun dan tiga lainnya berusia di bawah 18 tahun, termasuk remaja putra berusia 15 tahun. Sebagian besar korban berasal dari provinsi Nghe An dan Ha Thinh di Vietnam tengah-utara.
Dilansir Reuters, peti mati yang berbalut kain tiba di Bandara Noi Bai, Hanoi, pada Rabu dini hari. Jenazah yang kemudian dimasukkan ke dalam ambulan itu nantinya akan dibawa ke rumah saudara terdekat mereka di Provinsi Nghe An, Ha Tinh, dan Quang Binh.
Baca juga: 39 Mayat Imigran Vietnam di Dalam Truk Pendingin Ternyata Sebuah Bisnis
Ambulans membawa jenazah John Hoang Van Tiep dan John Nguyen Van Hung, yang dikelilingi oleh para kerabat dan penduduk desa di Provinsi Nghe An. (Reuters)
Di bawah langit kelabu, sebuah pawai ambulan meliuk-liuk di antara kerumunan orang yang berduka di sebuah desa Dien Chau di Provinsi Nghe An, rumah bagi sejumlah korban yang memulai perjalan yang berujung petaka tersebut.
"Kami sangat sedih, tetapi kamu harus menahan emosi untuk mengatur pemakaman putra kami," ujar Gia melalui sambungan telepon di Provinsi Ha Tinh, di mana 10 korban lainnya berasal.
Salah satu korban adalah Hoang Van Tiep yang berusia 18 tahun. Ia merupakan anak bungsu dari tiga bersaudara yang putus sekolah pada usia 15 tahun. Hoang pergi secara ilegal ke Perancis setahun kemudian, di mana ia mengatakan akan bekerja di sebuah restoran milik orang Vietnam.
Anna Hoang Thi Ai, ibu dari John Hoang Van Tiep, korban tewas yang ditemukan di dalam kontainer di Inggris. (Reuters/Kham)
Sebelum pergi, ia memohon kepada orang tuanya untuk membantu mendanai kepergiannya ke Inggris. Para keluarga jelas berusaha membujuknya untuk tidak pergi, tetapi akhirnya mereka menyerah dan membiarkan anaknya pergi.
Kini, peti matinya tiba di kediamannya di Dien Chau. Para kerabat mengelilingi peti mati dengan bunga dan dupa. Foto besar Hoang tampak terlihat. Dalam foto itu, ekspresi tenang dan percaya diri tampak di wajahnya. Teman-teman Hoang menggambarkan dirinya sebagai anak muda yang ceria dan "mencari cinta".
Kementerian luar negeri mengatakan, pemerintah Vietnam dan Inggris terus berkoordinasi untuk memulangkan jenazah yang tersisa. Tak ada detail yang diberikan lebih lanjut.
Sementara itu, kepolisian Vietnam telah menangkap setidaknya 10 orang terkait dengan kematian puluhan orang tersebut. Pada Senin kemarin, pengemudi truk Inggris dalam sidang perdananya mengaku telah berencana membantu perpindahan penduduk secara ilegal. Ia juga mengaku mendapatkan uang dari hasil kejahatan.
Baca juga: Masuk Truk Pendingin, Imigran Vietnam Bayar Rp500 Juta untuk Pergi Inggris
Kerabat membawa peti mati dari John Hoang Van Tiep, korban tewas yang ditemukan di dalam kontainer di Inggris. (Reuters/Kham)
"Ini adalah waktu yang sangat sulit," kata Duta Besar Inggris untuk Vietnam Gareth Ward dalam sebuah pernyataan video yang dirilis hari ini. "Tapi saya berjanji kepada keluarga dan rakyat Vietnam bahwa kami akan terus meningkatkan kerja sama antara Inggris dan Vietnam untuk mencegah perdagangan manusia dan melindungi orang-orang yang rentan terhadap itu".
Penemuan 39 jasad dalam truk kontainer di kawasan industri London, telah menjadi magnet bagi para imigran Vietnam. Peristiwa ini telah menyoroti perdagangan dan penyelundupan manusia yang membawa orang-orang miskin di Asia, Afrika, dan Timur Tengah, melakukan perjalanan berbahaya ke Barat.
Di Vietnam, prospek pekerjaan sangat buruk, bencana lingkungan kerap terjadi, dan janji akan imbalan finansial adalah semua faktor yang mendorong orang-orang tersebut untuk nekat melakukan perjalanan mematikan tersebut.
Meski biaya untuk mencapai Eropa dapat mencapai ribuan dolar, para migran siap membayar uang tersebut untuk layanan yang disebut sebagai VIP. Mereka percaya bahwa mereka dapat menghasilkan cukup uang untuk risiko yang mereka ambil.
- Penulis :
- Kontributor NPW