
Pantau - Belakangan masyarakat heboh dengan kebijakan pemerintah soal penutupan TikTok Shop.
Bukan tanpa sebab, kebijakan tersebut muncul usai ramai pemberitaan mengenai pasar Tanah Abang yang sepi imbas maraknya penjualan di TikTok shop.
Barang-barang yang dijual dengan harga jauh lebih murah juga dituding menjadi faktor yang membunuh usaha milik pedagang kecil.
"Awalnya narasi itu setelah narasi 'pembunuh UMKM' muncul, itu pemberitaan soal (pasar) Tanah Abang, itu media-media bahas, jadi TikTok itu kan fenomena yang luar biasa gila ya, baru 2 tahun, pengguna di Indonesia udah 100 juta lebih," ungkap Raymond Chin kala berbincang dengan Denny Sumargo di YouTube yang dikutip pada Rabu (4/10).
"Terus akhir tahun lalu (2022) dia launching shop, commerce, jadi banyak promo dan subsidi, banyak barang-barang yang kelewat murah, nah narasi pembunuh UMKM tuh muncul dari sana, memang lagi hot banget sekarang," sambungnya.
Awal ramainya pemberitaan soal pedagang pasar Tanah Abang yang tak mampu bersaing juga muncul ketika beredar narasi yang menyebutkan bahwa artis bisa meraup keuntungan hingga puluhan miliar Rupiah dari berjualan online di TikTok shop.
Namun, Denny Sumargo merasa bahwa narasi soal keuntungan artis yang mencapai puluhan miliar setiap hari tersebut tidak masuk akal.
"Tiba-tiba media bahas aja, kayaknya gara-gara ramai kabar soal artis bisa dapat Rp40 miliar sehari dari jualan di TikTok Shop, pas lagi ramai soal itu, tiba-tiba muncul narasi bahwa Tanah Abang nih nggak bisa bersaing, pas mereka live nggak ada yang nonton, jadi pemahaman gue, pemerintah bikin statement itu ya gara-gara (TikTok shop) terlalu agresif dengan barang-barang murahnya," ujar Raymond.
"Kemarin gue dengar ramai banget nih (soal artis di TikTok shop) penjualan Rp40 miliar, Rp50 miliar, cuman gue berangkat dari awam aja ya, buat gue nggak masuk akal," timpal Densu.
Raymond lantas berusaha memberikan penjelasan soal kabar pemerintah menutup TikTok yang simpang siur di masyarakat.
Raymond justru menegaskan bahwa sebetulnya pemerintah tidak menutup TikTok, tapi membuat aturan baru mengenai hal tersebut.
"Jadi yang paling itu kita bicara edukasi ya, jadi kita ngomong fakta dan harus objektif, kita berantas simpang-siur, soalnya fakta nomor 1 udah salah, semua orang bilang TikTok di-banned, nggak di-banned, tapi diregulasi," ujar Raymond.
- Penulis :
- Annisa Indri Lestari
- Editor :
- Ahmad Munjin