
Pantau - Perfeksionisme sering dianggap sebagai kualitas positif yang mendorong seseorang untuk mencapai kesempurnaan. Namun, di balik ambisi tinggi tersebut, tersembunyi tekanan besar yang bisa berdampak negatif pada kesehatan mental. Keinginan untuk selalu menjadi yang terbaik justru dapat menjerumuskan seseorang ke dalam lingkaran kecemasan, kekecewaan, dan depresi. Dikutip Times of India, berikut lima alasan sifat perfeksionis dapat memicu depresi.
1. Menetapkan Standar yang Tidak Realistis
Perfeksionis cenderung memiliki ekspektasi yang terlalu tinggi terhadap diri sendiri, bahkan melebihi batas kemampuan manusiawi. Upaya yang dilakukan sering kali terasa kurang, sehingga menimbulkan perasaan gagal dan frustrasi. Ketika keberhasilan selalu tampak jauh dari jangkauan, rasa putus asa pun semakin mendalam, meningkatkan risiko depresi.
Baca juga: Menganggur dalam Waktu Lama, Apa Dampaknya pada Kesehatan Mental?
2. Menunda Pekerjaan karena Takut Gagal
Ketakutan akan hasil yang kurang sempurna sering membuat perfeksionis menunda pekerjaan. Mereka merasa cemas untuk memulai karena khawatir tidak dapat memenuhi standar yang diharapkan. Akibatnya, tekanan semakin meningkat seiring mendekatnya tenggat waktu. Siklus ini menciptakan stres berkepanjangan yang bisa berdampak buruk pada kesehatan mental.
3. Mengaitkan Harga Diri dengan Prestasi
Bagi seorang perfeksionis, nilai diri sering kali diukur dari pencapaian yang diraih. Jika target yang ditetapkan tidak terpenuhi, mereka merasa gagal bukan hanya dalam tugas, tetapi juga sebagai individu. Pandangan ini membuat mereka lebih rentan terhadap perasaan rendah diri dan ketidakberdayaan, yang pada akhirnya bisa memicu depresi.
Baca juga: 9 Makanan untuk Membantu Mengatasi Depresi
4. Selalu Mengejar Tujuan Baru
Tidak pernah merasa cukup dengan pencapaian yang ada adalah karakteristik umum perfeksionis. Setelah satu target tercapai, mereka langsung menetapkan tujuan lain tanpa memberi diri sendiri waktu untuk menikmati hasil yang telah diraih. Tekanan konstan ini dapat menyebabkan kelelahan mental, stres, dan perasaan hampa yang berujung pada depresi.
5. Takut Mengecewakan Orang Lain
Beban ekspektasi dari lingkungan sekitar membuat perfeksionis merasa harus selalu memenuhi harapan orang lain. Ketika merasa gagal memenuhi standar tersebut, mereka kerap dilanda rasa malu dan kesepian. Beban emosional ini lama-kelamaan bisa merusak kesehatan mental dan meningkatkan risiko gangguan depresif.
Baca juga: 10 Tanda Sifat Perfeksionis yang Perlu Diwaspadai
Baca juga: Perfeksionis Berisiko Alami Gangguan Makan Orthorexia. Apa Gejalanya?
Kesimpulan
Perfeksionisme yang tidak terkendali dapat menjadi bumerang bagi kesehatan mental. Menetapkan standar yang lebih realistis, menerima ketidaksempurnaan, dan memberi apresiasi pada setiap pencapaian bisa membantu mengurangi tekanan berlebih. Jika merasa terjebak dalam pola pikir perfeksionis yang merugikan, mencari dukungan dari profesional atau orang terdekat dapat menjadi langkah awal untuk menjaga keseimbangan mental.
- Penulis :
- Nur Nasya Dalila