Pantau Flash
HOME  ⁄  Lifestyle

Judul: Kemenkes Ungkap 58 Persen Remaja Usia 10–14 Tahun Malas Bergerak, Indonesia Alami Krisis Aktivitas Fisik

Oleh Gerry Eka
SHARE   :

Judul: Kemenkes Ungkap 58 Persen Remaja Usia 10–14 Tahun Malas Bergerak, Indonesia Alami Krisis Aktivitas Fisik
Foto: (Sumber:Direktur Jenderal Kesehatan Primer dan Komunitas Kemenkes Maria Endang Sumiwi dalam Indonesia Sports Summit 2025 di Jakarta, Minggu (7/12/2025).)

Pantau - Kementerian Kesehatan (Kemenkes) mengungkapkan bahwa mayoritas remaja Indonesia tergolong kurang bergerak atau mager, berdasarkan hasil Survei Kesehatan Indonesia (SKI) terbaru.

Direktur Jenderal Kesehatan Primer dan Komunitas Kemenkes, Maria Endang Sumiwi, menyampaikan bahwa 58 persen remaja usia 10–14 tahun tergolong tidak aktif secara fisik.

"Di SKI itu kita mengukur aktivitas fisik, memang ini ditanya saja, tetapi ini hasilnya remaja itu banyak mager-nya, 58 persen usia 10–14 tahun, disusul lansia usia lebih dari 65 tahun sebesar 52,8 persen, dan remaja usia 15–19 tahun 50 persen, jadi kita banyak mager. Nah, alasannya apa? Enggak ada waktu atau malas," ungkapnya dalam Indonesia Sports Summit 2025 di Jakarta, Minggu.

Aktivitas Fisik Rendah di Semua Kelompok Usia

Maria menjelaskan bahwa Indonesia saat ini tengah mengalami krisis gerak, termasuk dalam aktivitas fisik dasar sehari-hari.

Berdasarkan data dari program Cek Kesehatan Gratis (CKG) terhadap 62 juta orang, ditemukan bahwa 60,1 persen anak usia sekolah memiliki tingkat kebugaran yang rendah.

Sementara itu, untuk kelompok usia dewasa, hasil survei menunjukkan bahwa 95 persen tidak melakukan olahraga secara teratur.

Definisi olahraga teratur menurut standar Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) adalah minimal 30 menit per hari selama lima hari dalam seminggu, atau total 150 menit dalam seminggu.

"Nah, pada usia dewasa, kalau ini yang kita tanyakan betul-betul kegiatan olahraga ya, itu 95 persennya tidak melakukan olahraga teratur, maksudnya setiap hari 30 menit dan setiap minggu lima hari. Jadi, itu sudah ada standarnya dari Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), minimal seminggu 150 menit berolahraga, nah kita itu yang teratur masih sedikit," ujarnya.

Solusi: Kompetisi dan Sport Medicine

Maria menyebut bahwa meski tren olahraga mulai terlihat di kota besar melalui komunitas dan klub lari, secara umum tingkat kesadaran masyarakat Indonesia terhadap aktivitas fisik masih rendah.

"Meski ada klub-klub lari, ada runner-runner, tetapi ternyata untuk seluruh masyarakat itu belum terjadi. Masalah utama untuk usia sekolah dan remaja, 60 persen tadi tingkat kebugarannya kurang," ujar dia.

Sebagai langkah perbaikan, Kemenkes menilai pentingnya memperbanyak kompetisi olahraga untuk mendorong anak-anak dan remaja aktif secara fisik.

"Kalau ada kompetisi olahraga, pasti banyak tumbuh klub olahraga, begitu tumbuh klub olahraga, banyak tempat-tempat latihan dan tentunya nanti banyak pekerjaan juga yang bisa diserap juga di bidang olahraga," katanya.

Maria juga menyoroti pentingnya pengembangan bidang sport medicine atau kedokteran olahraga sebagai sektor yang sangat potensial di masa depan.

"Ini (sport medicine) menjadi ruang untuk tumbuh yang masih sangat besar. Jadi, kalau dari kami, tentu Kemenkes sangat diuntungkan kalau dari kesehatan ya, apabila masyarakat Indonesia itu tingkat aktivitas olahraganya makin banyak melalui klub-klub olahraga atau tempat-tempat berlatih olahraga supaya masyarakat kita nanti semakin sehat," tuturnya.

Penulis :
Gerry Eka