
Pantau.com - Kepala Departemen Politik dan Perubahan Sosial CSIS Indonesia Arya Fernandes menyatakan usulan menunda Pemilu 2024 harus ditolak oleh rakyat, sebab tidak masuk akal dan tidak demokratis.
Menurut Arya, pemilu harus tetap digelar sesuai jadwal karena itu merupakan amanat konstitusi yang menghendaki adanya pembatasan masa jabatan dan kekuasaan presiden.
"Dalam sistem presidensial (yang dianut oleh Indonesia) ada doktrin pembatasan kekuasaan. Tujuannya, memberi kemungkinan ada regenerasi politik, kemudian ada sirkulasi kepemimpinan, yang lebih penting lagi agar pejabat eksekutif tidak membuat kebijakan yang tidak demokratis," kata Arya saat berbicara pada acara diskusi virtual yang diikuti di Jakarta, Sabtu, 26 Februari 2022.
Arya dengan tegas menolak alasan para pimpinan parpol yang menghendaki Pemilu 2024 ditunda.
Ada dua argumen para pimpinan parpol itu menunda pemilu, yaitu menjaga momentum pemulihan ekonomi, dan tingkat kepuasan masyarakat yang tinggi terhadap kinerja pemerintah.
Menurutnya, alasan ekonomi itu tidak masuk akal, karena pertumbuhan ekonomi telah membaik.
"Pertumbuhan ekonomi, PDB (Produk Domestik Bruto) kita year on year pada 2020 -2,07 persen, sementara pada 2021 +3,39 persen. Kita berhasil tumbuh. Artinya, ekonomi sedang membaik," ujar Arya.
Ia menjelaskan beberapa lembaga keuangan, termasuk Bank Indonesia, bahkan memprediksi pertumbuhan ekonomi bisa sampai 6 persen pada 2023–2024.
Kemudian, terkait kepuasan masyarakat terhadap kinerja pemerintah, menurut Arya, hasil survei itu tidak dapat menjadi alasan untuk memperpanjang masa jabatan presiden atau menunda pemilu.
Sejumlah hasil survei, misalnya yang dikeluarkan oleh Indikator, menunjukkan mayoritas responden menolak adanya perpanjangan masa jabatan presiden.
"Penggunaan alasan kepuasan publik mendorong (perpanjangan) masa jabatan jelas tidak masuk akal dan tidak berdasarkan bukti, karena buktinya mayoritas publik tidak menginginkan perpanjangan masa jabatan (presiden)," terangnya.
Oleh karena itu, ia mendorong seluruh pihak untuk menolak gagasan tersebut karena selain alasan yang digunakan tidak masuk akal, wacana itu juga tindakan yang tidak demokratis.
"Dorongan menunda pemilu atau dorongan memperpanjang masa jabatan itu mengingkari komitmen demokratis. Komitmen kita ditandai dengan apa yang disebut dengan fixed term limit (pembatasan masa jabatan, Red.)," kata peneliti politik CSIS Indonesia itu.
Tidak hanya itu, wacana itu juga mengingkari semangat dan agenda reformasi.
"Salah satu spirit reformasi itu pembatasan kekuasaan. Makanya, amandemen konstitusi ketiga itu diatur pembatasan dan pengetatan proses pemakzulan," kata Arya.
Sebelumnya, Ketua Umum Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Muhaimin Iskandar mengusulkan untuk menunda pelaksanaan Pemilu 2024 dengan alasan untuk mempertahankan momentum pemulihan ekonomi akibat pandemi COVID-19.
Begitu pula dengan Ketua Umum DPP PAN Zulkifli Hasan menyatakan bahwa partainya setuju dengan usulan pelaksanaan Pemilu 2024 dimundurkan dengan mempertimbangkan lima poin.
"Dengan berbagai pertimbangan dan masukan dari masyarakat serta berbagai kalangan maka PAN memutuskan setuju pelaksanaan Pemilu 2024 diundur," kata Zulkifli.
Baca juga: Muhammadiyah Minta Elite Setop Wacana Penundaan Pemilu: Jangan Tambah Masalah!
Baca juga: Wacana Menunda Pemilu 2024 Dinilai sebagai Bentuk Pelecehan Konstitusi
- Penulis :
- Tim Pantau.com